Jaksa Agung: Gaji Kecil Jadi ‘Pembenaran' Untuk Korupsi
Utama

Jaksa Agung: Gaji Kecil Jadi ‘Pembenaran' Untuk Korupsi

'Struktur penggajian birokrasi kita carut-marut, misalnya seorang Presiden gajinya lebih kecil dari seorang direktur BUMN.'

CR-3
Bacaan 2 Menit

 

Namun, ditegaskannya bahwa gaji kecil tidak selalu menjadi faktor utama yang melandasi seorang birokrat melakukan korupsi. Kata dia, ada jenis-jenis korupsi yang tidak dilatarbelakangi oleh minimnya gaji, tetapi dilakukan dengan maksud untuk memperkaya diri. Korupsi jenis ini biasanya dilakukan oleh kalangan pejabat yang kalau saja mereka tidak serakah, gaji, tunjangan serta fasilitas yang diperoleh sudah mencukupi, kata mantan anggota KPKPN ini.        

 

Ganti rugi

Berkaitan dengan korupsi dan penyimpangan keuangan daerah, Reydonnyzar Moenek, Kasubdit Fasilitasi Perencanaan Anggaran Daerah Wilayah II Depdagri, menjelaskan bahwa PP No. 105/2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menetapkan sanksi yang tegas bagi pelaku korupsi dan penyimpangan keuangan daerah.

 

Kepala daerah diwajibkan untuk menuntut ganti rugi kepada pelaku korupsi atau penyimpangan tersebut, tukasnya.

 

Pasal 44 ayat (1) PP No. 105/2000 menetapkan bahwa setiap kerugian daerah baik yang langsung maupun tidak langsung sebagai akibat perbuatan melanggar hukum atau kelalaian, harus diganti oleh yang bersalah dan atau lalai. Kemudian di ayat (2) disebutkan bahwa setiap pimpinan perangkat daerah wajib melakukan tuntutan ganti kerugian segera setelah diketahui bahwa dalam perangkat daerah yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.      

 

Reydonnyzar menginformasikan saat ini, pemerintah tengah menyusun rancangan perubahan terhadap PP No. 10/2005. Lebih lanjut, ia memaparkan rancangan tersebut diantaranya mengatur bahwa kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi kepada pihak yang merugikan keuangan daerah. Kerugian daerah tersebut wajib dilaporkan kepada kepala daerah dan diberitahukan kepada BPK paling lambat tujuh hari sejak kerugian tersebut diketahui, tambahnya.

 

Rancangan tersebut, lanjutnya, juga melakukan pembedaan yang tegas antara bendahara dan pegawai negeri bukan bendahara. Pembedaan ini nantinya akan berkaitan dengan instansi mana yang berhak menetapkan besarnya ganti rugi yang dituntut. Dimana untuk bendahara ditetapkan oleh BPK, sedangkan pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh kepala daerah.

 

Disamping itu, Reydonnyzar menjelaskan rancangan perubahan PP No. 105/2000 akan menerapkan sistem daluarsa dan pengalihan tuntutan apabila yang bersangkutan dalam pengampuan, melarikan diri, atau meninggal dunia. Rancangan PP menetapkan bahwa kewajiban membayar ganti rugi menjadi hilang apabila dalam waktu lima tahun sejak diketahui adanya kerugian atau delapan tahun sejak terjadinya kerugian, penuntutan ganti rugi tidak dilakukan.

Tags: