Jaksa Terbaik Bukan Terbanyak Memenjarakan Pelaku
Utama

Jaksa Terbaik Bukan Terbanyak Memenjarakan Pelaku

Cara pandang Jaksa dan aparat penegak hukum harus beralih dari keadilan retributif menuju keadilan restoratif. Fokus penegakan hukum bukan untuk pembalasan, namun media rehabilitasi sosial.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit

“Ketika Jaksa masih mengutamakan cara pandang keberhasilan kuantitatif memenjarakan, terjadi overcapacity di lembaga pemasyarakatan.”

Ia menyajikan data olahan Kejaksaan bahwa tren overcapacity di lembaga pemasyarakatan (lapas) sejak 2015 sampai 2022 sudah meningkat hingga mencapai 109%. Kapasitas lapas 132.107 orang kini dihuni 276.106 orang. Ia menyimpulkan pemenjaraan justru mendorong pelaku kejahatan menjadi lebih jahat karena pemenjaraan menjadi tempat pembuangan.

“Kita harus memilih, apakah terus mempertahankan Jaksa sebagai tukang atau pabrik yang fokus memproduksi narapidana atau beralih pada pendekatan kualitatif. Kita menjadi mediator atau fasilitator para pihak. Juga apakah penghukuman untuk pembalasan atau media rehabilitasi sosial,” Asep menyimpulkan.

Pendapat Asep ini mendapat dukungan Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin. “Secara umum sistem pemidanaan di Indonesia masih bertumpu pada penghukuman pelaku, kadang menimbulkan kegaduhan di masyarakat karena cenderung mengabaikan kemanfaatan dan tidak mencerminkan keadilan di masyarakat,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam sambutan pembuka diskusi ini.

Hukumonline.com

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.

Ia mengaku mendorong dan mendukung penerapan keadilan restoratif dalam kerja Kejaksaan di bawah kepemimpinannya. “Saat ini telah berkembang alternatif dengan menekankan solusi pemulihan keadaan korban dengan tetap menuntut tanggung jawab pelaku. Hak korban diutamakan, pemberian maaf korban menjadi faktor penentu penyelesaian perkara,” kata dia.

Bentuk dukungan konkrit itu sudah dibuktikan Jaksa Agung dengan menerbitkan Peraturan Kejaksaan No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. “Saat ini kejaksaan sudah melaksanakan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebanyak 1.334 perkara tindak pidana umum dengan total 1.454 pemohon. Tidak semua kami kabulkan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait