Jangan Ada Dualisme MUI dan BPJPH dalam Sertifikasi Halal
Utama

Jangan Ada Dualisme MUI dan BPJPH dalam Sertifikasi Halal

Penerapan aturan baru sertifikasi halal jangan membebani pelaku usaha bahkan masyarakat sebagai konsumen.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Kebijakan sertifikasi halal yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) akan berlaku pada 17 Oktober 2019. Implementasi aturan ini mengharuskan pelaku usaha mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikasi halal kepada Badan Pelaksana Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai lembaga yang ditunjuk dalam undang-undang tersebut. Selain itu, terdapat PP Nomor 31 Tahun 2019 sebagai aturan turunanya.

 

Implementasi aturan baru ini mengubah mekanisme sertifikasi halal yang selama ini berlaku. Pasalnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan lembaga yang  berwenang melakukan uji sertifikasi halal sejak 30 tahun lalu ketentuan ini diterapkan. Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Sumunar Jati, mengatakan terdapat berbagai peraturan setingkat UU dan PP sebagai landasan MUI menerbitkan sertifikasi halal.

 

Menurutnya, kewenangan MUI tersebut tercantum dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

 

“Kami sebagai representasi organisasi Islam di indonesia sangat menyambut baik. Mayoritas muslim butuh banyak fatwa produk halal. Sudah hampir 30 tahun kami mencari rumusan alur sertifikasi halal. Sejak 1994 itu, mulai berlaku sertifikasi halal. Kami dinaungi juga oleh UU dan PP 69/1999. Kami juga ada perintah kewajiban sertifikasi dari Peraturan Menteri Agama sebagai lembaga sertikasi halal. Lalu, UU Perlindungan Konsumen dan UU Peternakan juga me-refer Peraturan Menteri Agama,” jelas Sumunar saat dijumpai di Kementerian Perdagangan, Selasa (24/9).

 

Selain penerbitan sertifikasi halal, Sumunar menambahkan MUI juga bertugas membina pelaku usaha agar memenuhi standar halal. Kemudian, dia menyatakan bahwa MUI telah memiliki sumber daya untuk menguji kehalalan produk.

 

“Bicara halal bukan hanya sertifikasi tapi juga pembinaan. Untuk dapat status halal itu perlu data dan fakta yang digali berdasarkan science. MUI bersama LPOM mampu untuk menelaah yang tadinya abu-abu untuk dikeluarkan fatwa halal lalu dijadikan pemerintah untuk memberikan izin edar,” jelasnya.

 

Dengan kehadiran UU JPH akan mengurangi kewenangan MUI tersebut. Pelaku usaha tidak lagi dapat mendaftarkan produknya kepada MUI melainkan BPJPH. Salah satu tugas MUI nantinya sebagai Lembaga Penjamin Halal (LPH) yang berhak menguji atau mengaudit suatu produk. Selain itu, MUI masih berwenang dalam memberikan fatwa kehalalan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait