Jejak Pledoi Fenomenal Bung Karno
Edsus Akhir Tahun 2012:

Jejak Pledoi Fenomenal Bung Karno

Label cagar budaya diberikan berdasarkan Perda Kota Bandung No. 19 Tahun 2009.

Oleh:
HOT (HOLE)
Bacaan 2 Menit
Gedung Indonesia Menggugat tempat Soekarno membacakan pledoi-nya. Foto: Hot
Gedung Indonesia Menggugat tempat Soekarno membacakan pledoi-nya. Foto: Hot

Menilik rekam jejak sejarah perjuangan Indonesia, nampaknya tak lengkap kalau belum menyebut Bandung, Kota yang terletak 768 meter di atas permukaan laut ini, memiliki berbagai bangunan bergaya art deco, yang menjadi saksi bisu perjuangan founding fathers untuk merebut kemerdekaan, salah satunya adalah Gedung Indonesia Menggugat.

Semasa penjajahan Belanda di bumi Nusantara, gedung yang terletak di pusat kota Bandung ini bernama Den Landraad Te Bandoeng. Landraad sendiri sebenarnya adalah bahasa Belanda untuk “pengadilan negeri”, yang merupakan salah satu pengadilan tingkat pertama di wilayah Hindia-Belanda selain districtgerecht, regentschapsgerecht, rechtbank van omgang, raad van justitie, dan hooggerechtshof.

Otak di balik pembangunan Landraad te Bandoeng adalah Charles Prosper Wolff Schoemaker, arsitek berkebangsaan Belanda, yang awalnya membuat gedung ini sebagai tempat tinggal dengan gaya arsitektur neo klasik. Tak heran, bangunannya yang didirikan pada tahun 1907 ini tidak terlalu luas dan arsitekturnya sendiri tak serumit bangunan art deco lain yang tersebar di Bandung.

Setelah direnovasi pada tahun 1917, barulah gedung karya Schoemaker ini dialihfungsikan menjadi gedung pengadilan. Namun, momen bersejarah Landraad sebagai gedung pengadilan baru terjadi lebih dari satu dekade setelah renovasi.

Di penghujung tahun 1930, tepatnya tanggal 2 Desember, Landraad menjadi semacam mimbar bebas bagi Soekarno -yang terkenal sebagai orator ulung dan singa podium- untuk membacakan pledoi-nya yang fenomenal berjudul “Indonesia Menggugat” (Indonesië Klaagt Aan).

Soekarno, yang saat itu menjabat pemimpin redaksi majalah Fikiran Ra’jat, bersama Gatot Mangkoepradja, Maskoen Soemadiredja, dan Soepriadinata dituduh oleh pemerintah kolonial Belanda telah melakukan makar.

Belanda, yang diwakili oleh jaksa R. Soemadisoerja, menggunakan Pasal 169 bis dan Pasal 153 bis Wetboek van Strafrecht, yang dikenal dengan haatzai artikelen (penyebaran kebencian terhadap penguasa) untuk menjerat Soekarno dan rekan-rekannya. Mereka dianggap telah menghasut masyarakat melalui pemberitaan dan propaganda di Fikiran Ra’jat, untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial.

Tags:

Berita Terkait