Jelang Berlaku KUHP Nasional, Aturan Restorative Justice Perlu Sinkronisasi
Utama

Jelang Berlaku KUHP Nasional, Aturan Restorative Justice Perlu Sinkronisasi

Pengaturan restoratif justice masih tersebar di masing-masing lembaga penegak hukum yakni Kejaksaan, Kepolisian, dan Mahkamah Agung. Pemerintah menyiapkan RPP Restorativve Justice.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

“Akibatnya peraturan restorative justice di Indonesia tidak sinkron,” ujarnya dalam diskusi bertema ‘Diseminasi Hasil Penelitian Asesmen Peraturan Internal Lembaga Penegak Hukum tentang Keadilan Restoratif Terhadap KUHP 2023’, Selasa (26/3/2024).

Terlebih lagi, restorative justice bukan sebagai subtitusi atau pengganti sistem pidana konvensional, tapi pelengkap. Pendekatan ini jangan hanya dipandang sebagai penghentian perkara, tapi mendorong pemulihan bagi korban yang selama ini terabaikan dalam sistem pidana konvensional.

Aisyah mencatat setidaknya ada 2 ketentuan UU 1/2023 yang berkaitan dengan restorative justice. Pertama, Pasal 94 jo pasal 81-83 tentang pidana tambahan dan pembayaran ganti rugi. Kedua, Pasal 76 ayat (3) huruf a mengenai pidana pokok pengawasan dengan syarat khusus pemulihan korban.

“Kedua pengaturan dalam UU 1/2023 itu berorientasi pemulihan sebagai hasil dari keadilan restoratif,” ujarnya.

Selain itu pengaturan tentang tindakan rehabilitasi dan penyelesaian di luar proses peradilan yang menggugurkan kewenangan penuntutan sebagaimana UU 1/2023 juga berdampak terhadap peraturan internal yang diterbitkan lembaga penegak hukum tentang restorative justice. Misalnya, Perja 15/2020 mengatur kewenangan penuntut umum melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Sementara UU 1/2023 mengatur “telah ada penyelesaian di luar proses peradilan sebagaimana diatur dalam UU” sebagai alasan gugurnya kewenangan penuntutan.

“KUHP memandatkan penyelesaian di luar proses pengadilan harus diatur UU,” ujarnya.

Begitu juga Perpol 8/2021 dan Pedoman Jaksa Agung 18/2021 selama ini mengatur pemberian rehabilitasi dalam perkara narkotika di tahap pra adjudikasi. UU 1/2023 menurut Aisyah tak mengenal rehabilitasi tanpa melalui putusan pengadilan. Pemberian rehabilitasi tanpa penjatuhan pidana selama ini sudah menuai perdebatan sebelum terbit UU 1/2023. Hal ini membuktikan Perpol 8/2021 dan Pedoman Jaksa Agung 18/2021 tak sinkron dengan KUHP Nasional.

Apresiasi dan kritik rancangan Perma

Rancangan Perma tentang restorative justice menurut Aisyah patut diapresiasi karena memuat ketentuan yang menekankan kesepakatan perdamaian dan/atau kesediaan terdakwa untuk bertanggung jawab atas kerugian dan/atau kebutuhan korban sebaggai akibat tindak pidana menjadi alasan yang meringankan hukuman. Dan/atau menjadi pertimbangan untuk menjatuhkan pidana bersyarat/pengawasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Tags: