Jelang Dua Tahun PHI, Kelemahan Hukum Acara Disorot
Berita

Jelang Dua Tahun PHI, Kelemahan Hukum Acara Disorot

Selama dua tahun berjalan, hukum acara pengadilan industrial masih bolong-bolong. Perlu diperjelas pada tingkat teknis. Kalau tidak, ekspektasi buruh dan pengusaha akan terus menurun terhadap PHI.

KML
Bacaan 2 Menit

 

Perbedaan pandangan hakim juga berlaku untuk masalah siapa  yang dapat menjadi kuasa pengusaha, Ada hakim bilang bisa ada yang bilang tidak bisa. Ada juga yang bolehin dengan kuasa insidentiil. Mana yang bener? tanyanya.

 

Hal lain yang Djimanto permasalahkan, ialah soal siapa yang dapat menjadi kuasa hukum pekerja. Serikat Pekerja di luar perusahan kok bisa jadi kuasa hukum? Apakah Federasi dan Konfederasi juga bisa jadi kuasa?. Djimanto menilai tekanan-tekanan pekerja terhadap hakim, seperti demonstrasi dan penyandaeraan sebagai contempt of court terus berlangsung. Hakim juga minim pengamanan. Ada suatu ketika dimana hakim keluar lewat atap ujar Djimanto.

 

Soal administrasi, Djimanto mencatat, salinan putusan juga sering terlambat diterima, bahkan sampai tiga bulan lebih. Selain itu, ada juga praktek dimana para pihak diminta mengambil sendiri putusan ke pengadilan. Sementara Rekson mengkritik lamanya proses kasasi, yang sampai lebih dari setahun. Masalah upah selama proses yang merupakan hak buruh juga ia soroti.

 

MA salahkan UU

Pendapat Direktur Perdata Khusus MA Abdul Kaddir Mappong soal PHI, tidak jauh dari pandangan sang ketua MA beberapa waktu lalu, meski mungkin lebih halus. Mappong yang mengaku  membawahi tujuh bidang, menganggap  PHI cukup memberatkan karena menambah beban perkara Mahkamah Agung. Ia menengarai banyaknya perkara yang masuk, dikarenakan usaha penyelesaian melalui mediasi, konsilisasi, dan arbitrase tidak maksimal.

 

Penyelesaian perselisihan industrial terhadang, menurut Mappong, karena    ketidakjelasan yang diciptakan UU PPHI, seperti penyelesaian kasasi selama 30 hari, dan juga terkait putusan sela bila selama proses pihak-pihak tidak melaksanakan kewajibannya. Ia mengususlkan dilakukan revisi terhadap UU PPHI. Undang-Undang direvisi atau melalui peraturan pelaksanaan. Kalau undang-undangnya tidak beres kan susah ujarnya.

 

Penyelesaian kasasi selambatnya 30 hari sejak penerimaan kasasi tidak mungkin dilakukan. Padahal berkas dikirim ke Mahkamah Agung selambatnya 14 hari. Pengadilan Niaga yang memiliki batas maksimal 60 hari juga MA tidak mampu, karena pelik permasalahannya.

 

Masalah lain, menurut Mappong, ialah pasal yang mengharuskan hakim membuat putusan sela membayar upah maupun sita jaminan apabila pengusaha tidak melaksanakan kewajibannya. Sulit bagi hakim untuk medapatkan keyakinan itu disidang pertama, karena kalau tidak yakin tidak  bisa memastikan ujarnya.  Menurut Mappong, para pihak juga sebaiknya memintanya dalam gugatan.

Tags: