Harapan itu disampaikan Soedarto, Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) kepada hukumonline di ruang kerjanya. "Sebaiknya Tommy menyerahkan diri saja. Toh paling lama hanya menjalani hukuman dua pertiga dari seluruh masa hukuman," tegas Soedarto.
Pengurangan masa tahanan itu, ungkap Soedarto, dapat diperoleh Tommy apabila yang bersangkutan mengajukan permohonan pelepasan bersyarat. Belum lagi dari remisi yang diberikan kepala negara setiap tanggal 17 Agustus.
Soedarto menegaskan, pengurangan masa hukuman Tommy melalui pelepasan bersyarat dan remisi itu dapat diperolehnya apabila Tommy sudah menjalani masa hukuman selama 2/3 dari seluruh masa hukumannya, atau minimal 9 bulan penjara.
"Asalkan selama di lembaga pemasyarakatan Tommy berkelakuan baik, sehingga kurang dari satu tahun Tommy sudah bisa keluar. Daripada seperti sekarang yang dikejar rasa takut dan menyusahkan keluarga dan mbakyu-mbakyunya," ujar Soedarto.
Menolak tuduhan
Sementara itu, berkaitan dengan tuduhan bahwa PN Jaksel bertanggungjawab atas kaburnya Tommy karena adanya surat jaminan dari isteri Tommy, Tata, yang menyatakan suaminya tidak akan kabur, Soedarto dengan tegas menolaknya.
Pasalnya, menurut Soedarto, ada tidaknya jaminan yang diberikan Tata ataupun anggota keluarga yang lain pada saat permohonan penangguhan eksekusi diajukan itu, PN Jaksel tetap menangguhkan eksekusi terhadap Tommy. "Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Grasi," jelas Soedarto.
Selain itu Soedarto juga menjelaskan, PN Jaksel tidak akan menuntut Tata yang telah memberikan jaminan atas suaminya. "Karena memang tidak ada dasar hukumnya," tegasnya.