Mengenai yang disebut terakhir, LBH APIK berpendapat Perkosaan merupakan kekhususan dari pasal 285 KUHP. Direktur LBH APIK Ratna Batara Munti menegaskan bahwa UU Perkosaan penting karena adanya keterbatasan rumusan dalam KUHP, dan adanya kesulitan pembuktian serta kendala sistem hukum dan sosial di masyarakat.
LBH Jakarta mengusulkan agar ada revisi terhadap UU Kepolisian dan mengkritik substansi dari RUU Intelijen. Sementara, ICEL dan Huma mengajukan usulan prioritas terhadap penyusunan perundang-undangan yang terkait dengan lingkungan dan sumber daya alam.
Demikian pula halnya dengan wakil dari Forum Rektor Komang Sukaharsana, menekankan realisasi pasal 53 UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terkait badan hukum pendidikan tinggi. Selain itu, ia juga meminta agar perlunya peran aktif dari pusat-pusat kajian di perguruan tinggi maupun universitas dalam rangka pengembangan hukum di Indonesia.
Sayangnya, tidak semua pihak yang diundang Baleg memanfaatkan kesempatan tersebut dengan baik. Dengan alasan mendapat undangan yang mendadak, Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) tidak menguraikan hal yang konkrit mengenai konsep pembangunan hukum nasional lima tahun ke depan.
Oleh karena kami diundang sangat mendadak, kami belum siap memberikan konsep tentang revisi undang-undang baik itu UU Advokat, baik itu RUU KUHAP ataupun KUHP, cetus wakil koordinator KKAI Indra Sahnun Lubis yang didampingi sekretaris KKAI Harry Ponto kepada hukumonline. Usai rapat, Ketua Baleg A.S. Hikam menyarankan agar KKAI membuat masukan secara tertulis dan disampaikan kemudian kepada sekretariat Baleg.