Keberadaan Dewan Pengawas KPK Disebut Langgar Independensi Peradilan
Berita

Keberadaan Dewan Pengawas KPK Disebut Langgar Independensi Peradilan

Para pemohon juga mengajukan pengujian Pasal 51A ayat (5) dan Pasal 57 ayat (3) UU MK serta Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 23 ayat (1) huruf b UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) dinilai berpotensi melanggar prinsip negara hukum dan independensi proses peradilan. Hal ini terungkap dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan uji materi sejumlah pasal dalam UU KPK terkait kedudukan dan mekanisme pengisian jabatan Dewan Pengawas KPK.

 

Permohohan yang teregistrasi Nomor 77/PUU-XVI/2019 ini diajukan 12 orang Pemohon yang terdiri atas advokat, aktivis antikorupsi, dan mahasiswa hukum. Jovi Andrea Bachtiar, Titanio Hasangapan Giovanni Sibarani, dan Faiz Abdullah Wafi selaku wakil para Pemohon menilai Pasal 12B ayat (2), ayat (3), ayat (4); Pasal 12C ayat (1); Pasal 21 ayat (1); Pasal 37A ayat (3); Pasal 37B ayat (1) huruf b; Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 69A ayat (1) dan ayat (4) UU KPK merugikan hak konstituionalnya.

 

Jovi menyebutkan alasan para pemohon dalam permohonan ini terkait dengan kedudukan dan mekanisme pengisian jabatan Dewan Pengawas KPK. Dia menerangkan KPK merupakan lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor). Baca Juga: Salah Objek, Uji Perubahan UU KPK Kandas

 

Menurutnya, revisi UU KPK mengedepankan urgensi pembentukan Dewan Pengawas, namun pengaturan terkait kedudukan dan kewenangannya menimbulkan intervensi dalam proses peradilan terhadap pelaku tindak pidana korupsi. “Keberadaan Dewan Pengawas KPK ini dapat merusak prinsip negara hukum yang diatur dalam UUD 1945,” kata Jovi di hadapan sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dan didampingi Aswanto dan Wahiduddin Adams di ruang sidang MK, Senin (2/12/2019).

 

Terkait perkara tersebut, para emohon juga mengajukan pengujian Pasal 51A ayat (5) dan Pasal 57 ayat (3) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi serta Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 23 ayat (1) huruf b UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

 

Dalam pandangan para Pemohon, melalui Putusan MK Nomor 73/PUU-IX/2011 telah memberi tafsir terkait kekuasaan kehakiman yang meliputi segala kegiatan yang berkaitan dengan penegakan hukum dan keadilan dalam penyelenggaraan sistem peradilan pidana. Karena itu, prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak berlaku terhadap segala proses peradilan, mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan, hingga penjatuhan putusan dan pelaksanaan putusan pengadilan.

 

Sehubungan dengan pemberian kedudukan kepada Dewan Pengawas KPK sebagai lembaga nonstruktural yang berwenang mengeluarkan persetujuan tertulis terhadap kegiatan penyadapan dan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik KPK, berpotensi menghambat keseluruhan proses peradilan.

Tags:

Berita Terkait