Kejaksaan Akui Legal Standing LSM
Berita

Kejaksaan Akui Legal Standing LSM

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tetap berpandangan LSM bukan merupakan pihak ketiga berkepentingan sebagaimana dimaksud Pasal 80 KUHAP.

NOV
Bacaan 2 Menit
Kejaksaan seringkali jadi pihak termohon praperadilan yang diajukan LSM pegiat anti korupsi. Foto: ilustrasi (Sgp)
Kejaksaan seringkali jadi pihak termohon praperadilan yang diajukan LSM pegiat anti korupsi. Foto: ilustrasi (Sgp)

Kejaksaan seringkali menjadi pihak termohon dalam praperadilan yang diajukan LSM pegiat anti korupsi. Sebut saja Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Hajar Indonesia, Laskar Empati Pembela Bangsa (Lepas), Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), dan Gorontalo Corruption Watch (GCW).

MAKI beberapa kali mempraperadilankan penghentian penyidikan (SP3) yang diterbitkan Kejaksaan. Sementara, Hajar Indonesia, Lepas, dan PPMI sempat mempraperadilankan penghentian penuntutan (SKPP) kasus Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah walau akhirnya tidak diterima Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pengadilan selalu berdalih permohonan tidak dapat diterima karena LSM bukan merupakan “pihak ketiga berkepentingan” sebagaimana diatur Pasal 80 KUHAP. LSM dianggap tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum karena hakim praperadilan seringkali mendefinisikan pihak ketiga berkepentingan sebagai korban atau pelapor.

Persepsi ini juga sering digunakan Kejaksaan ketika menghadapi praperadilan yang dimohonkan LSM. Namun, dengan adanya putusan MK yang menolak uji materi mantan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad, tafsir pihak ketiga berkepentingan diperluas menjadi masyarakat yang dalam hal ini bisa diwakili LSM.

Putusan itu membuat Kejaksaan mulai mengubah pandangan mengenai pihak ketiga berkepentingan. Wakil Jaksa Agung Darmono akhirnya mengakui legal standing LSM dalam mengajukan praperadilan. “Ya, kalau itu sudah menjadi putusan MK, harus kita patuhi. Putusan MK itu bersifat final dan mengikat,” katanya, Selasa (22/1).

Senada, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Setia Untung Arimuladi juga mengatakan sependapat dengan putusan MK. “Prinsipnya sependapat, terutama terkait dengan kasus-kasus yang berkaitan dengan lingkungan hidup, bisa saja pihak ketiga dalam hal ini adalah LSM atas nama masyarakat,” ujarnya.

Namun, putusan MK tersebut sepertinya tidak berpengaruh pada padangan hakim di pengadilan. Selain karena Mahkamah Agung (MA) belum mengeluarkan peraturan atau surat edaran untuk menyamakan persepsi hakim, MA juga masih memberikan keleluasaan bagi hakim untuk menafsirkan pihak ketiga berkepentingan.

Tags: