Kekhawatiran Maria Farida Terkait Omnibus Law
Utama

Kekhawatiran Maria Farida Terkait Omnibus Law

Maria Farida pesimis DPR dan pemerintah bisa menyelesaikan RUU Penciptaan Lapangan Kerja dan RUU Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam 5 tahun ke depan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

“Kalau UU Omnibus Law dari berbagai macam aturan kita ambil sepotong-sepotong, saya merasa keberatan. Jadinya seperi apa? Tapi, kalau mengambil seluruhnya, tidak sepotong-sepotong saya tidak keberatan,” katanya.

 

Kekhawatiran lain, omnibus law bakal mencabut, menggantikan, atau mengubah pasal dari 74 UU sebagaimana yang telah dikelompokan pemerintah untuk dijadikan satu omnibus law. Baginya, hal tersebut sangat sulit menyusunnya. Misalnya, mencabut pasal 1 dalam sebuah UU yang mengatur definisi bisa berdampak pasal-pasal lain tidak “bunyi”.

 

“Kalau kita lihat 74 UU itu mengatur hal-hal tertentu, lalu siapa yang berhak memberikan izin. Kalau semua disatukan, saya kira akan sulit. Karena menyatukan itu ada pasal-pasal yang diubah dan akan banyak sekali pekerjaan kita,” katanya pesimis.

 

Anggota Baleg DPR Herman Khaeron sejak awal tak setuju dengan ide pembentukan omnibus law. Menurutnya, materi muatan UU yang ada sebenarnya sudah cukup baik bila diterapkan secara benar. “Kalau digabungkan dalam satu UU dari banyak UU, tentu akan banyak penafsiran. Selain itu, belum ada kepastian UU apa saja yang akan digabungkan,” kata Herman.

 

Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas menilai pembentukan omnibus law dalam bentuk UU tidak terlampau sulit sepanjang ada keinginan politik pemerintah dan DPR. Keinginan Presiden Joko Widodo membuat omnibus law ini justru dalam rangka menyederhanakan peraturan yang tumpang tindih dan bertabrakan. “Jadi omnibus law ini seperti malaikat maut pencabut UU,” ujarnya mengibaratkan.

 

“Persoalan tumpang tindih aturan perizinan juga terjadi pada level peraturan daerah (perda) yang berakibat menghambat masuknya investasi. Makanya, perlu kejelasan dan kemungkinan perda dapat dieliminir melalui UU Omnibus Law. Bila tidak, pembentukan omnibus law bakal sia-sia juga. Sebab, setiap daerah memiliki perda terkait perizinan investasi,” kata Supratman.

 

Taufik Basari punya kegelisahan yang sama seperti Prof Maria. Anggota Baleg dari Fraksi Nasional Demokrat itu menilai omnibus law bagi negara sistem civil law adalah hal baru. Menurutnya, pembentukan omnibus law bakal mengubah banyak hal dan membuahkan pekerjaan rumah yang sedemikian banyak.

Tags:

Berita Terkait