Kekuatan Invoice Sebagai Jaminan Pembiayaan
Kolom

Kekuatan Invoice Sebagai Jaminan Pembiayaan

​​​​​​​Dilihat dari kacamatan bisnis pegadaian yang melakukan aktivitas usahanya berdasarkan gadai harus mengubah bentuknya menjadi fidusia.

Bacaan 4 Menit
Kekuatan Invoice Sebagai Jaminan Pembiayaan
Hukumonline

PT Pegadaian (persero) baru saja meluncurkan program baru yaitu pemberian pinjaman dengan jaminan invoice hingga 2 miliar rupiah. Sebenarnya program ini dimaksudkan selain untuk memulihkan ekonomi juga untuk meningkatkan PT Pegadaian (persero) itu sendiri. Program ini terbilang baru untuk model bisnis pegadaian, meskipun pemberian pinjaman dengan jaminan invoice sudah biasa dilakukan dalam dunia bisnis.

Pemberian jaminan dengan jaminan invoice (account receivable/AR) merupakan hal yang sah-sah saja dalam konteks utang-piutang, yang menarik untuk dicermati adalah pegadaian yang melakukan aktivitas usahanya berdasarkan gadai harus mengubah bentuknya menjadi fidusia. Jaminan AR secara hukum dikenal dalam Pasal 9 UU Fidusia, yakni jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis Benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian.

Hal ini berbeda dengan konsep gadai yang selama ini dikenal dalam KUH Perdata dan menjadi model bisnis dari pegadaian persero itu sendiri. Secara hukum, debitur adalah pemilik benda yang digadaikan untuk kemudian sehubungan dengan lahirnya perjanjian utang-piutang maka fisik benda yang digadaikan tersebut dikuasai secara sah oleh kreditur (dalam hal ini pegadaian). Demikian juga nilai fisik benda dipergunakan sebagai ukuran penilaian (appraisal) guna penetapan persetujuan dan pemberian besaran nilai utang.

Demikian juga jika debitur tidak membayar utangnya maka secara otomatis benda yang digadaikan tersebut menjadi milik kreditur dan kreditur bebas menjual kepada pihak ketiga sebagai bentuk pemulihan piutang kreditur yang tidak terbayar oleh debitur. Sebaliknya pada utang-piutang dengan jaminan AR dalam kondisi debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya maka AR tersebut menjadi milik kreditur (dalam hal ini pegadaian).

Mariam Darus (1994), menjelaskan jaminan AR ada esensinya adalah pengalihan piutang, artinya mengandung resiko jika piutang yang dialihkan tersebut tidak tertagih. Dengan konsep bisnis ini maka akan terjadi perubahan model bisnis pada pegadaian (persero), khususnya dalam hal kondisi debitur tidak membayar pinjamannya (non performing loan/NPL) yang artinya dengan peralihan piutang tersebut maka pegadaian harus berhubungan dengan pihak ketiga untuk menagih piutang tersebut.

Resiko dan NPL

Program baru dari pegadaian (persero) tersebut mengandung resiko yang besar baik secara hukum maupun secara ekonomi, demikian program baru pegadaian yang memberikan pinjaman dengan jaminan AR tersebut juga belum tentu tepat guna.  Secara hukum terdapat empat faktor yang perlu diperhatikan oleh pegadaian persero dalam pemberian pinjaman dengan jaminan AR tersebut.

Pertama, adalah jangka waktu dan teknis pemberian pinjaman. Pemberian pinjaman dengan jaminan AR tersebut tentu secara teknis legal peralihan piutang tersebut harus disertai dengan perjanjian fidusia dan pendaftaran fidusia sebagaimana dipersyaratkan UU Fidusia. Pada akhirnya proses teknis tersebut tentu akan memakan waktu. Sebaliknya masyarakat konsumen pegadaian sudah terbiasa mendapatkan pelayanan yang cepat, mengingat penilaian (appraisal) fisik benda dalam gadai dapat dilakukan relatif lebih cepat dan karena benda gadai dikuasai oleh pegadaian maka tidak diperlukan pendaftaran.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait