Koalisi Anti Mafia Hutan Gugat UU P3H
Berita

Koalisi Anti Mafia Hutan Gugat UU P3H

UU P3H dinilai sangat tendensius dengan mengkriminalisasi masyarakat hukum adat, masyarakat desa sekitarnya.

ASH
Bacaan 2 Menit
Koalisi Anti Mafia Hutan Gugat UU P3H
Hukumonline
Sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Anti Mafia Hutan secara resmi mendaftarkan permohonan pengujian UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (PPPH) dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Koalisi yang terdiri Yayasan WALHI, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Perkumpulan Pemantau Sawit (Sawit Watch), ICW dan Yayasan Silvagama. Selain itu, Masyarakat Hukum Adat Nagari Guguk Malalo bersama perorangan yaitu Edi Kuswanto (NTB), Rosidi (Jawa Tengah), Mursyid (Banten).   

Mereka memohon pengujian Pasal 1 angka 3; Pasal 6 ayat (1) huruf d; Pasal 11 ayat (4); Pasal 17 ayat 1) dan ayat (2); Pasal 26; Pasal 46 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4); Pasal 52 ayat (1); Pasal 82 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 83 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3). Selanjutnya, Pasal 84 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); Pasal 87 ayat (1) huruf b, huruf c, ayat (2) huruf b, huruf c dan ayat (3); Pasal 88; Pasal 92 ayat (1); Pasal 94 ayat (1); Pasal 110 huruf b; Pasal 112 terkait tindakan perusakan hutan bagi masyarakat.   

Mereka menilai pasal-pasal dalam UU P3H itu Adanya UU P3H ini yang awal untuk mencegah perusakan hutan secara masif dan canggih. Namun, kenyataannya materi UU itu justru sangat tendensius dengan mengkriminalisasi masyarakat hukum adat, masyarakat desa sekitarnya.

“Pasal-pasal itu masih mengkriminalisasikan masyarakat yang hidup dan bergantung dari hutan, masyarakat adat dkk,” ujar kuasa hukum koalisi, Andi Muttaqien usai mendaftarkan pengujian UU P3H dan UU Kehutana di Gedung MK, Rabu (10/9).

Koalisi juga memohon pengujian Pasal 50 ayat (3) huruf a, b, e, i dan k; Penjelasan Pasal 12; Pasal 15 ayat (1) huruf d dan Pasal 81 UU Kehutanan. Mereka menilai pasal-pasal tersebut hanya mengkriminalkan masyarakat lokal dan desa yang bersinggungan dengan kawasan hutan.

Menurut Andi hingga saat ini tercatat 14 kasus yang divonis menerapkan UU P3H. Ironisnya, tak satupun kasus yang bisa menjerat korporasi seperti yang diniatkan dalam UU P3H itu. Padahal, korporasilah sebenarnya aktor utama praktik mafia hutan. Pada titik ini jelas bahwa UU P3H ini telah jauh melenceng dari tujuan awal pembentukkannya.    

Dia tegaskan alih-alih memotong mafia hutan yang disokong korporasi, UU P3H itu secara implisit (tersirat) malah melindungi korporasi dari jerat hukum dengan mengkorbankan masyarakat adat, masyarakat lokal, dan dan masyarakat desa sebagai aktor yang harus dikriminalisasi dan dimintai pertanggungjawabkan.   

Untuk itu, para pemohon meminta pasal-pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat. “Kami minta pasal-pasal tersebut dibatalkan semua,” pinta Andi.

Pembatalan pasal-pasal itu, lanjut Andi, demi menjamin perlindungan hak konstitusional masyarakat sekitar hutan. Para masyarakat adat, masyarakat lokal dan desa yang bersinggungan dengan kawasan hutan pun tidak lagi dituduh sebagai pelaku (kejahatan) perusakan hutan.
Tags:

Berita Terkait