Komnas Perempuan: 421 Perda Rugikan Perempuan
Berita

Komnas Perempuan: 421 Perda Rugikan Perempuan

Saat ini kebijakan atau regulasi yang diskriminatif yang merugikan perempuan terus bertambah.

Oleh:
ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW
Komisi Nasional (Komnas) Perempuan meminta pemerintah daerah mengkaji kembali 421 regulasi yang bersifat diskriminatif terhadap kaum perempuan. Komisioner Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah, di Ruang Rapat Komite I Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Senin (17/10), menjelaskan sebagian dari peraturan daerah (perda) yang dihasilkan oleh pemerintah daerah cenderung merugikan kaum perempuan.

“Faktanya, saat ini kebijakan atau regulasi yang diskriminatif yang merugikan perempuan terus bertambah,” kata Yuniyanti dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite I Dewan

Perwakilan Daerah (DPD) RI dengan Komnas Perempuan yang dengan agenda pembahasan Implementasi undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan data yang di dapat Komnas Perempuan, hingga bulan Agustus terdapat 421 kebijakan daerah di seluruh Provinsi Indonesia yang diskriminatif terhadap perempuan.

Menurut Yuniyanti, hal ini terjadi karena dalam proses pembuatan kebijakan pemerintah daerah tidak melibatkan kaum perempuan sehingga dapat meminimalisir substansi kebijakan-kebijakan yang mengandung unsur-unsur diskriminatif. Semangat reformasi seharusnya menghilangkan unsur diskriminatif.

"Pembuatan regulasi kebijakan minim pelibatan terhadap perempuan, dan rata-rata kasusnya adalah pembatasan ekspresi terhadap perempuan, pembatasan identitas perempuan, dan memposisikan perempuan tidak setara dengan laki-laki," ujar Yuniyanti.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi mengatakan, RDP yang dilaksanakan dalam rangka mengumpulkan bahan dan masukkan terkait implementasi UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemda ini dapat menghasilkan masukan terkait kemajuan hak asasi manusia dan hak konstitusi perempuan.

Jika dikaitkan dengan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemda pada pasal 250 pada butir e menyebutkan bahwa jika suatu regulasi di daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan terdapat diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan dan gender dapat dibatalkan oleh peraturan yang lebih tinggi.

"Artinya, perda yang merugikan dapat dibatalkan oleh peraturan di atasnya," ujarnya.

Senator asal Aceh ini mengatakan Komite I perlu melihat perspektif dari Komnas Perempuan terkait implementasi Undang-Undang Pemda yang dianggap diskriminatif terutama di daerah-dareah, banyak hal-hal yang mengandung diskriminasi dan berakibat dampak serius. Pihaknya berjanji memfasilitasi ruang dialog antara pemerintah dengan Komnas Perempuan untuk menemukan titik temu.

Senator asal Banten Ahmad Subadri mengatakan, banyak perspektif yang berbeda terkait kebijakan di daerah. Hal tersebut harus dikaitkan dengan local wisdom masing-masing daerah. (Baca Juga: Ombudsman Soroti Penanganan Kekerasan Seksual Perempuan-Anak)

"Satu sisi pemerintah daerah berusaha membuat regulasi untuk melindungi kaum perempuan, tetapi di sisi yang lain menurut perspektif perempuan hal tersebut merupakan diskriminatif terhadap perempuan maka semua perlu dilihat dari sisi local wisdom masing-masing daerah," katanya.

Senada dengan hal itu, senator dari Maluku Nono Sampono menyatakan bahwa pendekatan yang diperlukan jangan simetris harus melihat keragaman suku. Semua terkait dengan adat-istiadat di daerah.

"Ada tiga konsep srategis yang harus dilihat dalam menyikapi permasalahan ini, pertama konsep kesetaraan, kedua konsep pemberdayaan, dan yang ketiga konsep adanya perlindungan dalam membuat suatu kebijakan," katanya.

Tags:

Berita Terkait