Konstruksi Hukum Pertambangan RI Dinilai Keliru
Berita

Konstruksi Hukum Pertambangan RI Dinilai Keliru

Pemerintah seharusnya cukup bertindak sebagai pengawas kontrak pertambangan, bukan menjadi pihak yang berkontrak.

Oleh:
FNH/M-12
Bacaan 2 Menit
Konstruksi hukum pertambangan RI dinilai keliru. Foto: Ady
Konstruksi hukum pertambangan RI dinilai keliru. Foto: Ady

Mantan Sekretaris Menteri BUMN Said Didu menilai, sejauh ini praktik hukum dalam menerapkan kontrak karya pertambangan di Indonesia masih keliru. Pasalnya, posisi pemerintah menjadi pihak yang berkontrak dengan swasta atau asing. Menurutnya, pemerintah cukup menjadi pihak yang  mengawasi  kontrak tersebut agar sesuai dengan kepentingan rakyat dan terbebas dari kepentingan politisi.


“Saya tidak tahu kenapa konstruksi hukum seperti ini dipakai,” kata Said dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (6/8).


Said mengatakan, konstruksi hukum seperti ini akan memberikan beban dan tanggungjawab besar kepada negara selaku pihak yang berkontrak dengan asing. Ia mencontohkan peristiwa Karaha Bodas. Dalam peristiwa itu, pemerintah menjadi pihak yang harus bertanggungjawab atas pembayaran denda hingga US$400-US$500 juta dengan menggunakan uang dari PT Pertamina (Persero). Saat itu, krisis ekonomi 1997 menggagalkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) ini.


Belum lagi, kontrak-kontrak juga mengandung ancaman untuk menuntut negara secara arbitrase. “Padahal yang berkontrak adalah pemerintah dan yang diambil uang Pertamina yang ada di Amerika,” ujarnya.


Said menilai, kontrak pertambangan sebaiknya dilakukan antara swasta nasional dan swasta asing sehingga pemerintah dapat fokus mengawasi tanpa ada campur tangan politik di dalamnya. Di Singapura, misalnya. Di negeri tersebut pemerintah tidak turun tangan ke dalam kontrak, tetapi kontrak pertambangan terjadi antara pihak swasta.


Meski persoalan pertambangan ini sudah diatur di dalam UU Mineral dan Batubara (Minerba) dengan memberikan previlage kepada BUMN untuk menguasai wilayah pertambangan nasional, namun wilayah pertambangan nasional hingga saat ini masih belum jelas dan belum diselesaikan oleh pemerintah.


Akibatnya, pemerintah daerah (Pemda) membagi-bagi wilayah pertambangan kepada pihak swasta karena pemerintah pusat tidak menetapkan wilayah pertambangan nasional dan provinsi.

Tags: