Kepala Divisi Advokasi Kontras, Indria Fernida, menuturkan bahwa ketua majelis pengadilan HAM ad hoc yang memutus perkara pelanggaran HAM berat Tanjungpriok pernah menyebutkan di media massa bahwa pemberian kompensasi tersebut dapat diberikan sebelum berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Hal tersebut mendorong Kontras untuk mempertanyakan realisiasi pembayaran kompensasi yang belum terlaksana sampai saat ini. Selain itu, Kontras juga bermaksud untuk menanyakan lebih jauh dasar hukum yang dipakai hakim dalam menetapkan putusan kompensasi tersebut.
Sayangnya, kunjungan Kontras kali ini tidak membuahkan hasil. Indria mengatakan, Ketua PN Jakpus I Made Karna mengaku belum mempelajari dan meminta waktu untuk mempelajari lebih lanjut permohonan Kontras. Made Karna meminta Kontras mengajukan pertanyaan secara tertulis mengenai kompensasi tersebut.
Berdasarkan catatan hukumonline, pemberian kompensasi bagi korban pelanggaran HAM diatur dalam Peraturan Pemerintah No.3 Tahun 2002 Tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran HAM yang Berat. PP tersebut memang mengatur pemberian kompensasi yang harus dilakukan secara cepat, tepat dan layak. Namun, dalam PP tersebut ditegaskan bahwa pemberian kompensasi harus dilakukan setelah ada putusan pengadilan HAM yang berkekuatan hukum tetap.