KPI Waspadai Diterbitkannya PP yang Bertentangan dengan UU Penyiaran
Berita

KPI Waspadai Diterbitkannya PP yang Bertentangan dengan UU Penyiaran

Sebagai peraturan pelaksanaan, Peraturan Pemerintah (PP) seharusnya tidak bertentangan dengan undang-undang yang menjadi induknya. Namun sejumlah PP yang akan terbit disinyalir KPI bertentangan dengan Undang-Undang No.32/2002 tentang Penyiaran.

Zae
Bacaan 2 Menit
KPI Waspadai Diterbitkannya PP yang Bertentangan dengan UU Penyiaran
Hukumonline

 

Waspada

Terhadap rumusan dalam paket RPP tersebut, Victor menambahkan, KPI telah melayangkan surat kepada pemerintah yang isinya menolak rumusan rancangan PP tersebut. Namun keputusan akhirnya tetap di tangan pemerintah apakah akan tetap menerbitkan RPP itu atau merevisinya terlebih dahulu.

 

Berdasarkan putusan MK terhadap judicial review terhadap UU No.32/2002, kewenangan untuk menerbitkan PP memang dikembalikan kepada pemerintah. Jadi peran KPI hanya sebatas memberi masukan terhadap RPP yang disusun oleh pemerintah.

 

Karena itu, hal pertama yang akan dilakukan KPI adalah menyadarkan masyarakat penyiaran untuk melihat sendiri PP-nya. "Silakan cermati peluang-peluang apa yang bisa merupakan cek kosong bagi pemerintah dalam PP itu  yang suatu hari bisa merugikan media penyiaran," ajak Victor.

Peringatan tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Victor Menayang. Ia mengatakan, pemerintah dalam waktu dekat akan menerbitkan tujuh PP yang menurut KPI sarat dengan aturan-aturan yang justru bertentangan dengan UU No.32/2002. Sebab, substansi dari PP memberikan kewenangan mengatur yang sangat besar kepada menteri untuk mengatur bidang penyiaran.

 

"Ini kami lihat sebagai usaha untuk kembali kepada suasana Orde Baru," tegas Victor (21/12). Melalui rumusan dalam paket PP tersebut, pemerintah akan mempunyai kewenangan yang besar untuk melakukan pengaturan terhadap media massa, termasuk media penyiaran.

 

Victor membeberkan tiga alasan bahwa RPP ini akan menjadi celah bagi pemerintah untuk melakukan intervensi pada lembaga penyiaran. Pertama, pemerintah menguasai proses perizinan penyelenggaraan penyiaran melalui surat penerimaan atau penolakan dari menteri. Padahal, menurut pasal 33 ayat (5) UUNo.32/2002, kewenangan itu ada pada KPI.

 

Kedua, pemerintah memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi pada lembaga penyiaran. Padahal dalam UU No.32/2002, tak ada satu pasal pun yang memberikan pemerintah kewenangan untuk menjatuhkan sanksi.

 

Ketiga, pemerintah melakukan pengaturan lebih lanjut melalui ketetapan atau peraturan menteri. Padahal secara tegas putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa dalam hal pelaksanaan PP dilakukan melalui peraturan KPI. "Semua itu bisa membahayakan proses demokrasi," cetus Victor.

Tags: