"Bukan penyidik, tapi untuk posisi pendukung," ujar Johan Budi melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Kamis.
Ia tidak menyebutkan dengan jelas apa posisi pendukung yang dimaksud. KPK pun belum membicarakan lebih jauh dengan Panglima TNI tentang mekanisme perekrutan dan detail realisasi kebijakan tersebut.
"Masih harus dilihat dulu dari sisi aturan dan undang-undangnya," tuturnya.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengaku telah dimintai secara langsung oleh KPK agar prajuritnya mengisi jabatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) di lembaga antirasuah tersebut.
"Tidak ada permintaan dari KPK agar anggota saya menjadi penyidik dalam KPK, namun yang saya tahu hanya untuk mengisi jabatan sekjen," katanya kepada wartawan usai memberikan pengarahan kepada sejumlah prajurit TNI-Polri di Kupang, NTT, Kamis.
Moeldoko menjelaskan, ia mendukung anggotanya untuk masuk dalam kepengurusan KPK, namun menurutnya jika salah satu prajuritnya masuk maka status dari anggota itu akan pensiun dan tidak bekerja sebagai TNI lagi.
Ia menambahkan, baik jabatan sebagai Sekjen atau penyidik di KPK tidak tertutup bagi semua anggota TNI sepanjang yang bersangkutan memenuhi syarat untuk menjadi bagian dari KPK.
"Ini kan demi kepentingan negara, namun jika negara meminta maka semua prajurit TNI harus siap menjadi bagian dari lembaga itu sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan," tambahnya.
Tegas, Moeldoko membantah jika dipilihnya prajurit TNI untuk masuk dalam struktur KPK, untuk menyaingi anggota kepolisian yang selama ini menjadi penyidik dalam KPK. Menurut dia, hal ini merupakan tugas dari semua lembaga demi negaranya.
Perlu Evaluasi
Sementara, Kasad Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menegaskan wacana menjadikan anggota TNI sebagai penyidik di KPK perlu evaluasi terlebih dulu. Menurut dia, evaluasi itu diperlukan mengingat selama ini TNI hanya menyidik anggota TNI, sedangkan KPK penyidikannnya sangat luas dan khusus.
"TNI jadi penyidik KPK itu wacana. Orang wacana itu boleh-boleh saja. Tetapi tepat atau tidak perlu evaluasi," kata Gatot usai membuka pelaksanaan TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD) ke-94 di Lapangan Kantor Bupati Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Kamis.
"Kita perlu lihat dimana kemampuan TNI. Karena selama ini TNI menyidik itu kepada TNI, sedangkan KPK penyidikannnya sangat luas dan sangat khusus," ujarnya.
Namun, Gatot menegaskan, kalau diminta TNI akan selalu siap, asalkan secara aturan tidak melanggar undang-undang. Hanya saja, lanjutnya, untuk menjadi penyidik KPK, TNI masih butuh belajar.
"Saya jujur, TNI selama ini terkait bidang hukum untuk penegakan disiplin dan hukum pidana militer. Sedangkan KPK itu umum, dan khusus. Itu tentunya butuh pembelajaran dan sebagainya. Karena itu, perlu evaluasi," katanya.
Empat Alasan
Peneliti dari Sinergi Masyarakat Untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA) Muhammad Imam Nasef mengatakan personel TNI tidak dapat menjadi penyidik KPK karena tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
"Pertama, tidak sesuai dengan tupoksi TNI yang telah diatur dalam konstitusi. Dalam Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 sangat jelas diatur bahwa TNI itu merupakan alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara," ujar Imam di Jakarta, Kamis.
Kedua, lanjutnya, penyidik dari TNI tidak dimungkinkan oleh UU 30 Tahun 2002 tentang KPK. Merujuk kepada ketentuan Pasal 38 dan 39 UU KPK, penyidik KPK harus merujuk pada ketentuan KUHAP yaitu penyidik dari kepolisian.
"Selain itu, tidak menutup celah conflict of interest. Salah satu alasan digulirkannya wacana ini kan karena apabila penyidik KPK direkrut dari kepolisian, maka akan menimbulkan conflict of interest," ujar dia.
Hal yang sama juga tetap potensial terjadi apabila penyidik KPK direkrut dari kalangan TNI, sebab TNI bisa juga menjadi pihak yang menjadi target operasi KPK.
"Keempat, dari sisi kompetensi tidak linier. Di lingkungan TNI khususnya peradilan militer memang terdapat penyidik yang biasanya dilakukan oleh oditur militer," ujar dia.
Berdasarkan Pasal 64 dan 65 UU 3/1997 tentang Peradilan Militer, para oditur militer selain diberi wewenang untuk melakukan penuntutan, juga diberi wewenang untuk melakukan penyidikan. Akan tetapi, ada perbedaan karakteristik antara penyidik militer dan penyidik sipil terutama dari kasus-kasus yang ditangani.
"Kalau para oditur militer itu dipaksakan menjadi penyidik KPK, dikhawatirkan kompetensi dan pengalamannya tidak linier, sehingga justru dapat mengganggu proses penyidikan," kata dia.