Krisis CHA, Beban Berat Bagi KY Menanti
Berita

Krisis CHA, Beban Berat Bagi KY Menanti

Dari pengalaman dua kali menyeleksi calon hakim agung, KY merasa sudah tiba saatnya ketiga lembaga duduk bersama, serius mencari formulasi perburuan hakim agung terbaik.

CRP
Bacaan 2 Menit

 

Pemilihan 33 calon pada 2008 ini merupakan tugas yang maha berat bagi KY, mengingat sulitnya melakukan penjaringan pada tahap kedua. Eva menilai salah satu faktor kurangnya pendaftar adalah penerapan sistem jemput bola KY yang belum maksimal. Pengumuman di media massa dianggap Eva tidak begitu efektif dalam melakukan penjaringan, terutama bagi hakim karier. Kalau perlu KY membujuk sekuat tenaga calon potensial yang enggan mendaftar, kata Eva.

 

Untuk mengatasi ini, Ketua KY Busyro Muqoddas menyarankan agar nantinya ada kesinergisan antara ketiga lembaga yang terkait dengan seleksi CHA. Selain itu, kecenderungan untuk secara pragmatis menerapkan hal-hal normatif juga sedikit banyak mesti disiasati. Sebagai contoh, DPR yang tidak mau menindaklanjuti enam hakim agung sodoran KY pada seleksi tahap pertama, bisa disiasati jika pertimbangannya memang kekosongan hakim agung.

 

Dalam hal ancaman krisis pendaftar seleksi CHA, Rancangan Paket Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman versi KY mengusulkan agar lembaga itu cukup menyetor dua nama untuk satu kekosongan kursi hakim agung kepada DPR. Untuk itu KY merasa perlu untuk membuat aturan yang memungkinkan CHA yang pernah gagal sebelumnya untuk bisa mencalonkan lagi. Berapa kali diperbolehkan mencalonkan lagi, Belum disepakati, ujar Mustafa. Saat ini KY masih berketetapan, CHA yang telah gagal pada seleksi tahap akhir tidak diperkenankan mengikuti seleksi CHA lagi.

 

Perlunya sinergi ketiga lembaga negara

Sulitnya menjaring CHA, menurut anggota Koalisi Pemantau Peradilan dari YLBHI Zainal Abidin bukan persoalan KY semata. Namun Zainal menilai KY belum maksimal menjalinan koordinasi dan kesepahaman pada MA dan DPR dalam proses seleksi CHA.

 

Eva juga setuju dengan pendangan Zainal. Dalam hal hubungan komunikasi DPR-KY, Eva memandang  selama ini KY buru-buru pasang badan ketika berhubungan dengan DPR. Politikus dari F-PDIP ini mengusulkan agar koordinasi DPR-KY ke depan menempuh jalan informal. Selama ini koordinasi kedua lembaga selalu memakai cara formal melalui Rapat Kerja atau Rapat Konsultasi yang menurut Eva, Terbukti tidak efektif. Eva mengusulkan nantinya di DPR akan dibentuk Tim Kecil yang bakal intens berkoordinasi dan mencari kesepahaman dengan KY selama proses seleksi.

 

Usulan Eva ini dipandang Busyro sangat brilian. Anggapan Eva bahwa kordinasi melalui Rapat Kerja atau Rapat Konsultasi tidak efektif juga dirasakan KY. Bahkan rapat dengan DPR selama ini justru berkesan intimidatif. Akan lebih bagus kalau MA juga turut membentuk Tim Kecil yang bisa intens berkoordinasi selama proses seleksi hakim agung, termasuk dalam proses penjaringan, tambah Busyro. Persoalannya, kebesaran hati duduk sama rata itu yang selama ini belum mucul dari MA".

 

Tags: