Kucuran PMN ke BPJS Kesehatan Dikritik
Berita

Kucuran PMN ke BPJS Kesehatan Dikritik

Di Komisi IX rencana ini tak pernah dibicarakan, khawatir seperti dana DPPID yang akhirnya menjadi kasus di KPK.

FAT
Bacaan 2 Menit
Rieke Diah Pitaloka (kanan). Foto: SGP
Rieke Diah Pitaloka (kanan). Foto: SGP
Salah satu isu yang terdapat dalam RUU tentang Perubahan Atas UU No.27 Tahun 2014 tentang APBN Tahun Anggaran 2015 (RAPBNP 2015) adalah kucuran penyertaan modal negara (PMN) kepada sejumlah perusahaan BUMN dan perusahaan lain. Dalam lampiran RAPBNP 2015, terdapat penjelasan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memperoleh PMN.

Kategorisasi PMN kepada BPJS Kesehatan itu terdapat di PMN jenis lainnya. Besaran PMN yang akan dikucurkan kepada BPJS Kesehatan tersebut mencapai Rp3,5 triliun. Pengucuran ini menuai kritik dari sejumlah anggota dewan, terutama yang duduk di Komisi IX atau mitra kerja BPJS Kesehatan.

Salah satu yang mengkritik adalah Anggota Komisi IX Rieke Diah Pitaloka. Menurutnya, rencana pengucuran PMN kepada BPJS Kesehatan itu tak pernah dibahas di Komisi IX yang merupakan mitra kerja dari BPJS. Ia khawatir, DPR menjadi ‘bulan-bulanan’ bagi aparat penegak hukum padahal tak mengetahui proses pembahasan itu.

Seperti yang pernah terjadi beberapa tahun silam, yaitu terbongkarnya kasus suap ‘kardus durian’ di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi terkait dengan Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) oleh KPK. “Kami tidak tahu ada pengucuran PMN kepada BPJS Kesehatan, kita nanti kena sasaran lagi,” kata Rieke dalam rapat paripurna di Komplek Parlemen di Jakarta, Jumat (13/2).

Bukan hanya itu, lanjut politisi PDIP ini, status BPJS Kesehatan bukanlah BUMN ataupun Perseroan Terbatas (PT) yang dapat menerima PMN. Menurutnya, status hukum BPJS Kesehatan adalah lembaga nirlaba yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada rakyat miskin.

Ia menilai, jika BPJS Kesehatan diberikan suntikan modal oleh negara melalui PMN, maka status modal tersebut nantinya akan tidak jelas. “Apakah berbentuk pinjaman modal atau seperti apa. Bantuan ke orang miskin tidak bisa dikategorikan sebagai pinjaman negara,” kata Rieke.

Dalam kesempatan yang sama, ia juga mengkritik jumlah penerima bantuan iuran oleh BPJS Kesehatan yang hanya berjumlah 88,2 juta jiwa. Padahal, lanjut Rieke, jumlah masyarakat miskin dari data Badan Pusat Statistik (BPS) thaun 2011 saja yang masuk kategori sebagai penerima bantuan iuran sebanyak 111,2 juta jiwa.

Sehingga, masih terdapat belasan juta jiwa lainnya yang tidak memperoleh bantuan iuran dari BPJS Kesehatan. Ia menilai, persoalan ini akan semakin memperbanyak jumlah masyarakat miskin di Indonesia. “Kalau sepakat skema ini, lima tahun ke depan orang miskin bertambah di republik ini,” katanya.

Hal serupa juga diutarakan oleh Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Golkar, Budi Supriyanto. Menurutnya di  Komisi IX tak pernah ada pembahasan mengenai rencana pemberian PMN kepada BPJS Kesehatan. Padahal, untuk memberikan dana kepada BPJS seharusnya melalui penganggaran di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang selama ini dibahas bersama-sama Komisi IX dengan Kemenkes.

“Kami dari Komisi IX kaget mendengar hal itu. Setahu kami BPJS Kesehatan bukan BUMN, bukan lembaga keuangan, BPJS adalah badan penyelenggara jaminan sosial yang penganggarannya dititipkan di Kemenkes yang selama ini dibahas bersama-sama antara Komisi IX dengan Kemenkes,” kata Budi.

Ia berharap, persoalan ini dapat dikaji kembali. Seperti halnya dengan Rieke, Budi juga khawatir ke depan gara-gara anggaran ini muncul kasus suap ‘kardus durian’ yang pernah menghebohkan di Kemenakertrans. “Mohon supaya tidak terulang kembali,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait