Tak selamanya hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha berjalan baik dan harmonis. Kadang dalam hubungan tersebut terjadi perselisihan dan jika tidak selesai bisa berujung sampai pengadilan. Ketimpangan posisi pekerja/buruh yang lemah di hadapan pengusaha membuat pekera/buruh kerap kesulitan menghadapi perselisihan hubungan industrial di lokasi kerja.
Sebagai upaya mengantisipasi persoalan tersebut, LBH Pers meluncurkan Buku Saku Advokasi Ketenagakerjaqan. Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin, mengatakan buku saku tersebut tidak terbatas untuk pekerja/buruh di sektor industri media saja, tapi bisa juga untuk pekerja/buruh yang bekerja di industri lainnya.
“Buku Saku ini bisa untuk pekerja/buruh di semua sektor karena isi buku ini ketentuan UU Ketenagakerjaan,” kata Ade dalam kegiatan peluncuran Buku Saku Advokasi Ketenagakerjaan di Jakarta, Jumat (18/3/2022).
Baca:
- Akademisi Ini Soroti Problem Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
- Catatan May Day 2021, 11 Regulasi Ini Dinilai Rugikan Buruh
Menurut Ade, sengketa ketenagakerjaan yang dialami pekerja/media cukup banyak. Periode 2020-2021, LBH Pers menerima sebanyak 235 pengaduan pekerja media yang mengalami persoalan hukum ketenagakerjaan. Minimnya kesadaran pekerja media dalam menghadapi sengketa ketenagakerjaan dan lemahnya kemampuan pekerja menghadapi perusahaan juga menjadi alasan LBH Pers menerbitkan buku saku tersebut.
Selain itu, jumlah pengacara publik LBH Pers juga terbatas dibandingkan banyaknya pengaduan yang masuk. “LBH Pers lebih mengedepankan pemberdayaan serikat pekerja atau pekerja media yang bersangkutan,” ujarnya.
Pengacara publik LBH Pers, Mona Ervita, mengatakan salah satu tantangan yang dihadapi mendampingi pekerja media yang mengalami sengketa ketenagakerjaan adalah minimnya pengetahuan tentang hukum ketenagakerjaan. Oleh karena itu penting bagi pekerja/buruh untuk mengetahui apa saja hak-hak pekerja media.