MA Persilakan Publik Kaji Putusan Anas Urbaningrum
Berita

MA Persilakan Publik Kaji Putusan Anas Urbaningrum

Putusan Anas ini hendaknya dijadikan pembelajaran juga jangan sampai pengajuan kasasi atau PK hanya dijadikan ajang terdakwa korupsi sebagai uji coba dan seolah memperpanjang proses perkara.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Anas Urbaningrum. Foto: RES
Anas Urbaningrum. Foto: RES
Di tengah perbincangan dan tudingan miring soal putusan kasasi Anas Urbaningrum, Mahkamah Agung (MA) mempersilakan publik untuk menilai dan mengkaji putusan kasasi Anas. Apabila, hasil kajian putusan itu dirasa tidak memenuhi keadilan publik, tentunya akan menjadi bahan masukan bagi MA yang sebagai lembaga judex jurist (peradilan tertinggi).

“Silakan saja kalau ada masyarakat yang ingin mengkaji putusan kasasi Anas, apa yang menjadi rasio dan dasar alasan penjatuhan putusan itu,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur di Gedung MA, Jum’at (12.6).  

Ridwan mengatakan tentunya majelis kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar memiliki pertimbangan sendiri untuk memperberat hukuman Anas terkait perbuatan korupsi yang dilakukannya. MA sendiri tidak bisa mencampuri (intervensi) substansi putusan hakim karena terikat dengan prinsip indepedensi hakim. “Kita tidak bisa menilai, putusan ini salah atau benar,” kata dia.   

Dia tak menampik di balik penjatuhan putusan Anas ada hal-hal yang menarik untuk dijadikan bahan kajian. Seperti terbuktinya tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang mengiringi tindak pidana korupsi yang selama ini menjadi perdebatan, penjatuhan pidana penjara 14 tahun, denda, uang pengganti, dan pencabutan hak (politik) untuk dipilih.

“Rasionalisasi putusan kasasi Anas ini bisa dilihat diunggah di website MA, siapapun bisa mengakses. Jadi silahkan saja apabila ada publik yang tertarik ingin mengkaji dan membuat anotasi putusan ini,” katanya.    

Menurutnya, putusan Anas yang sebelumnya pernah menimpa Angelina Sondakh yang vonisnya diperberat setidaknya mengandung pesan agar upaya hukum (kasasi/PK) tidak dijadikan ajang uji coba atau untung-untungan dengan harapan hukumannya bakal diperingan atau dibebaskan.

“Tetapi, ini pembelajaran juga bagi publik, jangan sampai pengajuan kasasi atau peninjauan kembali (PK) hanya dijadikan ajang terdakwa korupsi sebagai uji coba dan seolah memperpanjang proses perkara,” kata Ridwan mengingatkan.

Sebagai informasi, selama ini pimpinan MA pun memberi perhatian khusus pada penanganan tindak pidana khusus (korupsi/narkotika) sebagai kejahatan luar biasa yang serius bagi para hakim. Meski pemberatan hukuman di tingkat judex yurist hingga dua kali lipat dalam penanganan perkara-perkara korupsi tidak banyak karena tergantung bobot kasusnya.

“Kita semua bertanggung jawab dan memikirkan bagaimana cara agar tindakan korupsi dihentikan. Sebab, korupsi yang merugikan keuangan negara berdampak luas bagi masyarakat Indonesia sekaligus sebagai korban.”  

Sebelumnya, majelis kasasi yang dipimpin Artidjo beranggotakan MS Lumme dan Krisna Harahap menolak kasasi Anas dan mengabulkan kasasi penuntut umum KPK. Majelis memperberat vonis Anas dua kali lipat dari yang dijatuhkan hakim tingkat banding yakni 14 tahun penjara.

Anas juga dihukum membayar pidana denda sebesar Rp5 miliar subsidair satu tahun empat bulan kurungan dan uang pengganti sebesar Rp57,592 miliar subsider 4 tahun tahun penjara apabila tidak terbayar. Tak hanya itu, Majelis juga mencabut hak politik Anas untuk dipilih dalam jabatan publik.

Dalam putusannya, Majelis kasasi berkeyakinan Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi seperti diancam Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 KUHP dan TPPU seperti diancam Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan Pasal 3 ayat (1) huruf c UU No. 15 Tahun 2002 jo UU No. 25 Tahun 2003.

Majelis menolak keberatan Terdakwa yang menyatakan tindak pidana asal atau korupsi (predicate crime) dalam TPPU harus dibuktikan terlebih dahulu. Justru, menurut Majelis merujuk Pasal 69 UU No. 8 Tahun 2010 disebutkanpredicate crime tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu.

Majelis tak sependapat dengan putusan pengadilan tingkat pertama dan banding yang menyebut hak Terdakwa untuk dipilih dalam jabatan publik tidak perlu dicabut. Majelis beralasan perolehan jabatan publik juga tergantung masyarakat, sehingga harus dikembalikan penilaian masyarakat itu sendiri. Karenanya, kemungkinan publik salah pilih kembali haruslah dicegah dengan mencabut hak pilih seseorang yang nyata-nyata telah mengkhianati amanat yang pernah diberikan publik kepadanya.

Sebelumnya, di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI telah meringankan vonis Pengadilan Negeri dari 8 tahun menjadi 7 tahun penjara. Anas Urbaningrum, anggota Komisi X DPR RI dan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR oleh Majelis Hakim dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dan melakukan TPPU sehubungan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.
Tags: