Hukuman Anas Diperberat, Hak Pilihnya Dicabut
Berita

Hukuman Anas Diperberat, Hak Pilihnya Dicabut

Kuasa hukum Anas kecam putusan kasasi ini.

Oleh:
ASH/ANT
Bacaan 2 Menit
Anas Urbaningrum. Foto: RES
Anas Urbaningrum. Foto: RES
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Peribahasa ini mungkin pas disematkan kepada mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Pasalnya, Mahkamah Agung (MA) bukan saja menolak kasasi, tetapi juga memperberat vonis Anas dua kali lipat dari yang dijatuhkan hakim tingkat banding.

Anas yang semula dihukum tujuh tahun penjara, kini harus mendekam lebih lama lagi yakni selama 14 tahun penjara. "Anas bukan hanya menemui kegagalan, melainkan justru telah menjadi bumerang baginya, ketika majelis MA melipatgandakan hukuman yang harus dipikulnya menjadi 14 tahun pidana penjara," ujar Juru Bicara MA, Suhadi saat dikonfirmasi, Senin (08/6) malam. 

Selain pidana penjara, Anas diwajibkan membayar denda sebesar Rp5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp57.592.330.580 kepada negara. "Apabila uang pengganti ini dalam waktu satu bulan tidak dilunasinya, seluruh kekayaannya akan dilelang. Apabila masih juga belum cukup, ia terancam pidana tambahan selama empat tahun penjara," ujarnya.

Tak hanya itu, MA mengabulkan permohonan jaksa penuntut umum dari KPK yang meminta agar Anas dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih untuk menduduki jabatan publik. Majelis hakim yang memutus perkara ini terdiri dari Artidjo Alkostar selaku ketua majelis, Krisna Harahap dan MS Lumme selaku anggota.

Suhadi menuturkan Majelis berkeyakinan bahwa Anas telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP, Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c UU No. 15 Tahun 2002 jo UU No. 25 Tahun 2003. 

Dalam pertimbangannya, Majelis menolak keberatan Terdakwa yang menyatakan bahwa tindak pidana asal (predicate crime) dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) harus dibuktikan terlebih dahulu. Majelis merujuk Pasal 69 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang menegaskan bahwa predicate crime tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu.

Majelis pun menganggap keliru apabila pertimbangan pengadilan tingkat pertama dan banding yang menyatakan bahwa hak Terdakwa untuk dipilih dalam jabatan publik tidak perlu dicabut. Sebab, untuk memperoleh jabatan tersebut juga tergantung kepada publik, sehingga harus dikembalikan kepada penilaian publik atau masyarakat itu sendiri.

Majelis berpendapat publik atau masyarakat justru harus dilindungi dari fakta, informasi, persepsi yang salah dari seorang calon pemimpin. "Karenanya, kemungkinan publik salah pilih kembali haruslah dicegah dengan mencabut hak pilih seseorang yang nyata-nyata telah mengkhianati amanat yang pernah diberikan publik kepadanya," kata Suhadi.

Sebelumnya, di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI telah meringankan vonis Pengadilan Negeri dari 8 tahun menjadi 7 tahun penjara. Anas Urbaningrum, anggota Komisi X DPR RI dan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR oleh Majelis Hakim dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan korupsi dan melakukan tindak pidana pencucian uang sehubungan dengan proyek Hambalang.

KPK mengapresiasi putusan tingkat kasasi tersebut. "Kami menghormati putusan hakim di tingkat kasasi. Putusan ini menunjukkan bahwa apa yang disangkakan dan didakwakan KPK kepada Anas Urbaningrum adalah sudah benar dan kuat. Kami apresiasi apa yang diputuskan oleh hakim di tingkat kasasi," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi.

Sebaliknya, pengacara Anas, Handika Honggo Wongso mengecam putusan hakim itu. "Itu vonis gila, sungguh sangat berat sekali. Jelas, majelis hakim tingkat kasasi lebih mengedepankan semangat menghukum dengan meninggalkan semangat untuk mencari keadilan,” ujarnya seperti dikutip Antara.

Handika menyinggung kemungkinan kliennya mengajukan upaya hukum lain. Ia beralasan majelis kasasi seharusnya hanya memeriksa penerapan hukum. "Jika sampai majelis hakim kembali mempertimbangankan fakta untuk dasar menghukum, ya jelas keliru, tentu harus dilawan secara total," ujarnya.
Tags: