Mantan Hakim Konstitusi Sebut MK Keliru Rumuskan Amar Putusan Usia Capres-Cawapres
Terbaru

Mantan Hakim Konstitusi Sebut MK Keliru Rumuskan Amar Putusan Usia Capres-Cawapres

Karena 2 dari 5 hakim konstitusi yang mengabulkan sebagian perkara No.90/PUU-XXI/2023 hanya sepakat pada syarat usia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai gubernur. Tapi, sisanya 3 hakim justru sepakat pada batas usia minimal 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu termasuk kepala daerah.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Mantan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dalam Eksaminasi Publik Putusan MK dalam Permohonan Pengujian Syarat Usia Capres-Cawapres UU Pemilu yang diselenggarakan FH UGM, Jumat (27/10/2023).
Mantan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dalam Eksaminasi Publik Putusan MK dalam Permohonan Pengujian Syarat Usia Capres-Cawapres UU Pemilu yang diselenggarakan FH UGM, Jumat (27/10/2023).

Sejumlah guru besar dan akademisi serta pegiat pemilu melakukan eksaminasi terhadap putusan MK dalam perkara No.90/PUU-XXI/2023 tentang pengujian materiil Pasal 169 huruf q UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Salah satu eksaminator putusan tersebut mantan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna. Dia berpendapat soal syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) merupakan open legal policy yang menjadi wewenang pembuat UU, bukan kewenangan MK.

“Soal legal standing pemohon juga tidak diurakan secara jelas dalam pertimbangan tersebut,” ujar I Dewa Gede Palguna dalam Eksaminasi Publik Putusan MK dalam Permohonan Pengujian Syarat Usia Capres-Cawapres UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Yogyakarta, Jum’at (27/10/2023).  

Baca Juga:

Sikap MK berbeda dalam menangani objek permohonan yang sama dimana pada perkara No.90/PUU-XXI/2023 diputus permohonan dikabulkan sebagian. Tapi sebelumnya dalam perkara No.29/PUU-XXI/2023, No.51/PUU-XXI/2023, dan No.55/PUU-XXI/2023 MK menolak permohonan karena menilai soal batas usia capres-cawapres merupakan ranah pembuat UU atau open legal policy. Perubahan pendirian atau pertimbangan hukum merupakan hal yang wajar dilakukan MK, tapi masalahnya apa yang jadi dasar? Sayangnya dalam putusan itu tidak ditemukan adanya pertimbangan yang wajar atas perubahan sikap MK itu.  

Dari pengalamannya menjadi hakim konstitusi, Palguna mengatakan jika ada perubahan pendirian biasanya dalam putusan dijelaskan dalam paragraf khusus. Misalnya, apa yang menjadi alasan MK dalam perkara sebelumnya, dan kenapa kemudian dalam putusan yang diperiksa sekarang sikap MK berubah.

“Saya tidak keberatan MK mengubah pendirian, tapi persoalannya alasan perubahan itu tidak jelas dalam ratio decidendi, sehingga amar putusan jadi aneh, tidak tersusun dengan penalaran yang wajar,” kritiknya.

Soal amar putusan, Palguna melihat hal itu mengacu pada pendapat mayoritas hakim konstitusi. Dalam perkara No.90/PUU-XXI/2023 tercatat 5 hakim konstitusi mengabulkan sebagian putusan dan 4 lainnya menyatakan pendapat berbeda (Dissenting Opinion). Tapi 5 hakim yang mengabulkan sebagian perkara juga tidak bulat karena ada 2 hakim konstitusi yang punya alasan berbeda (concurring opinion) yakni Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P Foekh. Keduanya sepakat terkait batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai Gubernur.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait