Mari ‘Berusaha’ Pintar Berhukum Acara
Resensi

Mari ‘Berusaha’ Pintar Berhukum Acara

“Buku Pintar Beracara” sepertinya mengusung misi yang cukup ambisius yakni ‘menyulap’ orang yang awam hukum acara menjadi mahir, atau setidaknya tahu tentang hukum acara.

MAR
Bacaan 2 Menit

Bagian Dua dimulai dengan Bab 1 yang membahas tentang tahap pelaporan perkara dan aspek hukumnya. Di bab ini, penulis menjelaskan prosedur pelaporan ke polisi, surat kuasa,  serta pengenalan soal delik aduan dan delik biasa.

Yang unik dari Bab 1 adalah penamaan salah satu sub bab dengan gaya bahasa informal. Sub bab dimaksud adalah Sub Bab 1 E, “Jangan Terburu Nafsu Membuat Laporan ke Polisi”. Sesuai dengan judulnya, Sub Bab 1 E mewanti-wanti pembaca agar tidak gegabah dalam memutuskan untuk melapor ke polisi. Ini satu lagi bukti, bahwa “Buku Pintar Beracara” sepertinya ingin menyasar pembaca dari kalangan awan hukum.

Bab 2 dan bab-bab seterusnya memaparkan tentang bantuan hukum, serta tahap-tahap dalam acara pidana mulai dari penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penahanan, penuntutan hingga persidangan. Terlihat pada Bagian Dua, buku “Buku Pintar Beracara” porsi pembahasannya lebih berat ke hukum acara pidana, ketimbang hukum acara perdata.

Beranjak ke Bagian Tiga, Penutup, “Buku Pintar Beracara” justru beralih menjadi ‘buku biasa’ alias bukan ‘buku pintar’ ketika penulis menyajikan Sebuah Epilog: Mewujudkan Hukum yang Berpihak pada Rakyat. Pada bagian ini, penulis tidak lagi berbagi pengetahuan tentang hukum acara, tetapi terkesan beropini tentang potret hukum Indonesia yang ironi.

Dalam epilognya, penulis yang dalam profil disebut sering menulis opini di berbagai media massa, mengangkat fenomena ketidakadilan antara penguasa dan rakyat miskin. Akses keadilan, menurut penulis, juga masih menjadi barang langka di Republik ini.

Terlepas dari catatan-catatan minor yang telah dikemukakan, buku “Buku Pintar Beracara” tetap layak menjadi sumber referensi literatur yang bermanfaat bagi kita semua. Walaupun belum tentu bisa ‘menyulap’ pembacanya menjadi otomatis pintar, buku ini setidaknya bisa menjadi medium bagi publik, khususnya yang awam hukum, untuk setidaknya ‘berusaha’ pintar berhukum acara.   

Pintar di sini bukan dalam rangka mengejar gelar pendidikan layaknya kuliah, tetapi pintar untuk membekali diri jika suatu hari terpaksa berurusan dengan masalah hukum. Sebagaimana kalimat penutup sinopsis yang tercetak di cover belakang buku terbitan April 2014 ini:

“Ingat, kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang sangat berpotensi berbenturan dengan banyak kepentingan, yang akhirnya mungkin harus berujung di meja pengadilan. Di sinilah, pengetahuan tentang berita beracara sangat penting bagi anda.”

Tags: