Masih Menyisakan Masalah, Pasal Hukuman Mati Diusulkan Dihapus dari KUHP
Terbaru

Masih Menyisakan Masalah, Pasal Hukuman Mati Diusulkan Dihapus dari KUHP

Sejumlah masalah pidana mati dalam KUHP baru seperti ketidakjelasan dalam pemberlakuan pengaturan pidana mati di Indonesia. Disparitas antara tujuan penyusunan dan realita penyusunan aturan hukuman mati dalam KUHP baru.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Delapan hal perlu dilakukan pemerintah

Sebagai upaya penghormatan dan perlindungan terhadap hak untuk hidup, Gufron mengusulkan pemerintah melakukan sedikitnya 8 hal. Pertama, menandatangani dan meratifikasi Protokol Opsional Kedua Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, yang bertujuan untuk menghapus hukuman mati. Kedua, membuat keputusan resmi untuk menetapkan secara de jure moratorium eksekusi dengan memerintahkan Jaksa Agung untuk tidak menuntut hukuman mati dalam penuntutan untuk semua jenis kejahatan dan tidak melakukan eksekusi.

Ketiga, pemerintah dan DPR menghapuskan pidana mati dalam UU 1/2023 dan UU lainnya. Keempat, melakukan perubahan hukuman secara massal terhadap terpidana mati yang menjalani pidana penjara lebih dari 10 tahun. Kelima, presiden membentuk tim khusus yang bertugas mengkaji permohonan-permohonan grasi yang diajukan terpidana mati.

Keenam, pemerintah dan DPR merevisi UU No.5 Tahun 2010 tentang Grasi. Khususnya terkait batas waktu permohonan grasi dalam kasus terpidana mati, yang tidak boleh dibatasi oleh waktu sebagaimana yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 107/PUU-XII/2015. Serta terkait proses pengajuan grasi yang tidak boleh berbelit-belit untuk memastikan hak terpidana tidak terlanggar.

Ketujuh, Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk menjalankan UU Grasi yang dapat menjadi standar atau pedoman bagi Presiden dalam memberikan keputusan terkait permohonan grasi terpidana mati dengan mengacu kepada prinsip-prinsip HAM. Kedelapan, Presiden membentuk tim untuk meninjau kondisi terpidana mati dalam Lapas dan memastikan langkah-langkah komutasi pada pidana mati.

Terpisah, Analis Hukum Ahli Madya Direktorat Jenderal HAM, Henny T. Trimayanti, secara singkat menjelaskan hukuman mati yang diatur dalam UU 1/2023 merupakan jalan tengah antara abolisionis dan retensionis. Sebagaimana diketahui selama ini setidaknya ada 2 pandangan yang mengemuka terkait isu pidana mati yakni antara pihak yang mendukung dan menolak pidana mati. Ketentuan pidana mati yang diatur dalam KUHP dinilai sebagai jalan tengah atas dua pandangan yang berkembang di masyarakat itu.

“Hukuman mati yang diatur UU 1/2023 merupakan jalan tengah antara abolisionis dan retensionis,” ujarnya sebagaimana dikutip dari laman ham.go.id.

Tags:

Berita Terkait