Memanggil Pemimpin
Tajuk

Memanggil Pemimpin

Presiden diharapkan mampu menjadi pemimpin yang berdiri paling depan, membawa bangsa Indonesia selamat dari badai gelap, menuju masa depan yang lebih cerah.

Oleh:
RED
Bacaan 8 Menit

Menurut para ahli virus Covid-19 ini masih tetap akan berada di antara kita sampai beberapa tahun ke depan, mungkin selamanya seperti halnya virus influensa yang masih ada sejak 100 tahun yang lalu dan terus bermutasi sampai dengan hari ini. Mungkin sampai akhir 2021 sekitar 30% penduduk dunia masih akan terancam bahaya Covid-19, tetapi dengan 70% penduduk sudah menjadi sementara kebal, maka kehidupan diharapkan kembali berjalan dengan kenormalan baru. Artinya pemerintahan, pendidikan, fasilitas publik, bisnis dan kehidupan sosial berjalan penuh dengan menerapkan protokol kesehatan, dan orang yang berisiko tetap harus sangat hati-hati waktu ikut beraktivitas. 

Periode sejak Maret 2020 sampai dengan saat ini masih menimbulkan banyak pertanyaan besar tentang: apa sebenarnya kebijakan yang diberlakukan pemerintah Indonesia. Apakah suatu sikap yang tegas, terencana,  dengan menghitung risiko dan biaya dengan cermat seperti dilakukan di China, Taiwan, Korsel, Singapore, ataukah cukup mengikuti arus dan perkembangan dunia dalam penanganan Covid-19 karena ini betul-betul merupakan unprecedented risks? Bagaimana garis komando dijalankan secara efektif dengan begitu banyak pemimpin silih berganti diberi wewenang? Vaksin apa nanti yang akan diberikan kepada warga kita, berapa kali harus disuntikkan, berapa lama efektivitasnya, siapa yang mendapat prioritas, bagaimana efek samping jangka panjangnya, bagaimana distribusinya, dan bagaimana pembiayaannya? Kita mendengar pemerintah sudah berkali-kali memberikan informasi tentang jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tadi. Pertanyaan besarnya, bagaimana akurasi dari informasi tersebut di tengah ketidaktahuan dunia tentang pandemi ini? Kalau bukan pemerintah, siapa lagi yang kita percayai? Ini merupakan rentetan pertanyaan-pertanyaan wajar yang pasti memenuhi benak kita semua. Jawaban pertamanya mungkin bisa sesederhana ini, kita membutuhkan pemimpin yang mampu mengendalikan pandemi dengan efektif.

Bukan kebetulan bahwa pemimpin tertinggi kita yang resmi adalah Presiden. Kalau ditanyakan kapan kita membutuhkan pemimpin yang paling mumpuni untuk menjaga nyawa, kesehatan dan kelangsungan perekonomian kita, keluarga dan masyarakat di sekeliling kita saat ini, maka tidak ada waktu yang lebih tepat dari saat ini. Presiden harus tetap berada di garda terdepan. Membuat kebijakan dan menjawab semua pertanyaan di atas dengan ketegasan yang selama ini dimilikinya. Presiden bukan hanya terdepan waktu kita sedang giat membangun, tetapi juga waktu kita berada dalam krisis waktu menghadapi ancaman dan bahaya besar yang memasuki ruang-ruang publik sampai kamar tidur kita.

Pada saat ini, Presiden tidak punya pilihan mewah, karena beliau berada pada posisi yang sungguh sulit menghadapi begitu banyak masalah yang sekaligus melanda, bukan hanya Indonesia, tetapi juga dunia. Kalau Presiden Jokowi menghendaki suatu legacy, mungkin sebaiknya beliau tidak dikenang semata sebagai Presiden yang berhasil membangun infrastukur Indonesia menjadi negara modern dan siap bersaing di kancah dunia, tetapi juga sebagai penyelamat bangsa Indonesia dari keterpurukan karena pandemi Covid-19. Bukan saja Presiden menyelamatkan ekonomi dan kehidupan bernegara dan bermasyarakat, tetapi juga menyelamatkan jiwa suami, isteri, orang tua, anak-anak dan cucu-cucu kita. 

Terkait masalah pandemi Covid-19, sebagai pemimpin tertinggi, wewenang harus tetap dipegang oleh Presiden. Tetapi ini bukan soal satu orang, Indonesia begitu luas, begitu banyak penduduknya, begitu tersebar dan begitu banyak dan beragam permasalahan dan kepentingannya. Kalau New Zealand yang relatif kecil punya Jacinda Arden yang begitu sukses membendung pandemi, maka kita perlu 34 Jacinda untuk 34 provinsi kita. Jadikan mereka pemimpin efektif di daerahnya yang memimpin sendiri penanganan pandemi dengan pendekatan khas mereka. Ada sejumlah gubernur dan kepala daerah yang mau mendengar dan menerapkan petunjuk ahli pandemi dalam kebijakan daerah mereka. 

Kita juga punya 10.000 lebih Puskesmas di seluruh Indonesia yang bisa ditingkatkan fungsinya menjadi pusat informasi, pendidikan dan vaksinasi anti-Covid-19. Kita punya sistem komunikasi berbasis desa dan RT-RW untuk melakukan testing, tracing dan isolasi. Kita punya cara untuk mempengaruhi masyarakat untuk patuh protokol Covid-19 melalui tokoh agama dan masyarakat. Kita mempunyai basis media sosial termasuk yang paling banyak dan aktif di dunia. Masyarakat kita, yang dikenal punya semangat gotong royong yang tinggi, masih bisa dikerahkan untuk membuat dapur umum dan menyantuni tetangga di sekitarnya yang mempunyai kesulitan ekonomi. Ada ribuan pemimpin yang bisa membantu Presiden menghadapi perang ini. Ajaklah mereka, ulurkan tangan dan kehangatan, tanpa memandang perbedaan pandangan dan kepentingan politik, untuk ikut dalam barisan penggebuk paglebuk.

Masalah ekonomi sama pentingnya, setelah ancaman pandemi bisa dikendalikan. Dikatakan bahwa investasi baik langsung atau melalui pasar modal merupakan salah satu soko guru perekonomian kita. Konstitusi dan banyak aturan perundangan serta kebijakan lainnya yang lebih teknis juga mengatakan bahwa ekonomi rakyat (UMKM) merupakan pemain terbesar dalam perekonomian kita. Katanya juga, bangunnya ekonomi kita tergantung seberapa liat UMKM bertahan dan hidup berkembang bersama dengan pemain besar. Krisis moneter dan ekonomi tahun 1998 membuktikan itu semua. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait