Mempersoalkan Larangan Privatisasi Usaha Sektor SDA di MK
Berita

Mempersoalkan Larangan Privatisasi Usaha Sektor SDA di MK

Pasal tersebut dinilai memiliki makna ambigu dan multitafsir, sehingga membuka peluang privatisasi anak perusahaan Pertamina yang sebenarnya dilarang Pasal 77 huruf c dan d UU BUMN.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

PT Pertamina sendiri memiliki anak-anak perusahaan, seperti PT Pertamina EP, PT Pertamina Hulu Energi, PT Pertamina Geothermal Energy, PT Pertamina Drilling, PT PGN. Anak Perusahaan tersebut melakukan pengelolaan sumber daya alam yang memiliki kegiatan usaha yang sama dengan induk perusahaannya yaitu PT Pertamina (Persero).

Janses menerangkan bisnis subholding anak perusahaan PT Pertamina dilakukan di seluruh bisnis inti PT Pertamina dari hulu ke hilir, sehingga bisnis inti Pertamina menjadi anak perusahaan Pertamina. Terbentuknya subholding tersebut membuka peluang perusahaan untuk melantai di bursa.

Dengan demikian, tidak diaturnya perusahaan milik persero atau anak perusahaan persero dalam Pasal 77 huruf c dan huruf d UU BUMN menyebabkan perusahaan milik persero/anak perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas biasa tidak dilarang untuk diprivatisasi.  Padahal perusahaan milik persero atau anak perusahaan melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pasal ini. “Aturan ini telah merugikan konstitusionalitas pemohon,” ujarnya.

“(Ketiadaan aturan tersebut) Membuka peluang bagi anak perusahaan PT Pertamina (Persero) untuk diprivatisasi, sehingga negara kehilangan kekuasaannya untuk menguasai sumber daya alam migasnya dan menguasai cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak,” ujarnya

Menurutnya, hal ini menjadi ancaman terhadap kelangsungan bisnis dan eksistensi dari PT Pertamina maupun anak-anak perusahaannya akibat potensi terjadinya privatisasi yang seharusnya dilarang untuk diprivatisasi karena bergerak di bidang usaha pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan masyarakat.

Hal ini berdampak pada kualitas hidup dan kesejahteraan pegawai perusahaan Grup PT Pertamina (Persero)/BUMN beserta keluarganya akan tidak terjamin apabila anak-anak perusahaan PT Pertamina (Persero)/BUMN tidak dikontrol dengan baik oleh negara. Sumber daya alam, air, bumi dan segala isinya yang seharusnya dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat berpotensi tidak terwujud. Sebab dikelola dan dikuasai oleh swasta/perorangan, sehingga hanya untuk sebesar-besarnya kemakmuran swasta/perorangan.

Menanggapi permohonan pemohon, Majelis Panel Saldi Isra menjelaskan kepada kuasa hukum Pemohon bahwa dalam struktur pengajuan permohonan tidak perlu dipisahkan antara fakta hukum dan alasan mengajukan permohonan. “Jangan menambah bagian baru yang sebetulnya tidak dikenal dalam struktur permohonan. Tolong dipikirkan bagaimana menggabungkan antara fakta hukum dan alasan-alasan mengajukan permohonan,” ujar Saldi.

Majelis Panel lain, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams meminta agar Pemohon mempelajari tentang Kewenangan Mahkamah yang terdapat dalam Peraturan MK. Selain itu dalam petitum agar Pemohon mencantumkan kata “bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat”. Hal lain, agar Pemohon memberi penjelasan dalam permohonan mengenai definisi persero.

Selanjutnya Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul meminta Pemohon agar menambah sejumlah undang-undang lain dalam Kewenangan Mahkamah yang dimaksud untuk memperkuat permohonan Pemohon. Manahan juga mencermati dalam bagian Kewenangan Mahkamah ada istilah baru rejudicial review atau menguji undang-undang kembali karena norma yang diuji belum menyangkut pokok persoalan.

“Istilah baru itu, menurut Mahkamah perlu diperjelas lagi seperti yang dimaksud Pemohon.”

Tags:

Berita Terkait