Menagih Tanggung Jawab Pemerintah Soal Pelindungan Hak Digital dan Data Pribadi
Utama

Menagih Tanggung Jawab Pemerintah Soal Pelindungan Hak Digital dan Data Pribadi

Pemblokiran di ruang digital menunjukkan bahwa ada korelasi antara gangguan internet, secara sengaja ataupun tidak, dengan aktivitas sosial politik.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Koordinator dan Editor Penyusunan Laporan Situasi Safenet Anton Muhadir, saat menyampaikan laporan mengenai tren kebocoran data pribadi dan pelanggaran hak digital di Indonesia sepanjang 2022 bertajuk ‘Robohnya Hak-hak Digital Kami’, Jumat (24/2). Foto: Januar
Koordinator dan Editor Penyusunan Laporan Situasi Safenet Anton Muhadir, saat menyampaikan laporan mengenai tren kebocoran data pribadi dan pelanggaran hak digital di Indonesia sepanjang 2022 bertajuk ‘Robohnya Hak-hak Digital Kami’, Jumat (24/2). Foto: Januar

Kasus kebocoran data pribadi dan pelanggaran hak digital masyarakat mengalami tren peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Lembaga regional yang fokus pada pelindungan kebebasan digital, South-East Asia Freedom Network (Safenet) mempublikasikan laporan mengenai tren kebocoran data pribadi dan pelanggaran hak digital di Indonesia sepanjang 2022 bertajuk ‘Robohnya Hak-hak Digital Kami’, Jumat (24/2).

Koordinator dan Editor Penyusunan Laporan Situasi Safenet Anton Muhadir, menyampaikan dalam pembatasan hak digital, pemutusan akses internet pada kelompok-kelompok kritis menjadi persoalan yang mencolok sepanjang 2022. Salah satu contohnya terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah pada Februari 2022. Pemutusan internet ini terkait dengan penolakan warga terhadap rencana penambangan batu di desa ini.

Dia menerangkan, lazimnya negara-negara otoritarian lain, seperti Iran, China, dan Ethiopia, pemutusan akses Internet di Wadas menjadi bagian dari represi digital oleh negara. Wadas hanya salah satu contoh. Pemutusan, pembatasan, atau pencekikan akses Internet juga terjadi di tempat lain dengan beragam alasan.

Laporan tersebut menunjukan sepanjang tahun 2022 telah terjadi gangguan akses Internet setidaknya 36 kali. Papua masih menjadi wilayah paling banyak mengalami pemutusan akses Internet baik karena alasan teknis, semacam kabel bawah laut putus, maupun hal politis, seperti adanya konflik sosial ataupun sabotase oleh kelompok bersenjata.

Alasan politis pula yang melatarbelakangi pemblokiran akses Internet di Indonesia pada Agustus 2022. Dasar pijakan melakukan pemblokiran adalah Peraturan Menteri Kementerian Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No 5 tahun 2020. Regulasi ini mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lingkup privat untuk mendaftar dan memberikan akses kepada pemerintah dan penegak hukum terhadap data pribadi penggunanya. Beberapa aplikasi dan platform tidak atau belum mendaftarkan diri ketika Permenkominfo berlaku sejak Agustus 2022. Akibatnya, sekitar 48 aplikasi, gim, dan platform digital pun terblokir.

“Situasi ini menunjukkan bahwa ada korelasi antara gangguan Internet, baik sengaja ataupun tidak, dengan aktivitas sosial politik,” ujarnya.

Baca juga:

Tags:

Berita Terkait