Menelusuri Jejak Perlawanan Kriminalisasi Pengawas Boedel Pailit
Feature

Menelusuri Jejak Perlawanan Kriminalisasi Pengawas Boedel Pailit

Butuh perjuangan berat untuk melawan kriminalisasi. Setidaknya itu yang dirasakan oleh Jandri Onasis Siadari dan Ali Sumali Nugroho saat bertugas dalam perkara PKPU. Kriminalisasi rupanya berdampak secara luas pada kehidupan keduanya, mulai dari gangguan psikis hingga karier.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 9 Menit
Menelusuri Jejak Perlawanan Kriminalisasi Pengawas Boedel Pailit
Hukumonline

Jandri Onasis Siadari mungkin tak pernah mengira bahwa dirinya akan diseret ke kursi pesakitan Pengadilan Negeri Surabaya, pada sembilan tahun silam. Pil pahit ini harus diterimanya saat tengah bertugas menjadi pengurus dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas.

Meski sudah lama berlalu, pengalaman getir ini tak lantas tersilap dari ingatannya. Jandri mengisahkan, tiga bulan mendekam di dalam rumah tahanan dan menyandang status sebagai terdakwa sejak akhir April hingga menghirup udara bebas pada akhir Juli di tahun 2014, memang tidak serta merta berdampak pada dirinya dalam hal fisik dan psikis. Namun lebih dari itu, citra diri dan reputasi yang sudah lama dia bangun seketika runtuh.

“Tapi sebenarnya yang lebih ngena itu, normalnya orang merasa dipersalahkan walaupun tidak salah apalagi ditahan tiga bulan penjara, itu malu sebenarnya. Saat itu saya rasanya tidak ada kemampuan untuk mempresentasikan diri dan untuk memasarkan kantor saya,” ucap Jandri saat mengenang peristiwa di masa lampau.

Baca Juga:

Saat kisah ini diriwayatkan kembali pada awal Februari lalu kepada Hukumonline, Jandri mengaku sejak periode 2015 hingga 2019, hidupnya ‘luntang-lantung’ tanpa tujuan. Disebut tidak bekerja, dia masih melakukan berbagai aktivitas di kantor hukum miliknya meskipun tidak signifikan. Jika dikatakan bekerja, Jandri lebih banyak menghabiskan waktunya untuk jalan-jalan dan berada di rumah sepanjang hari.

Mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan situasinya kala itu adalah hilangnya motivasi diri. Terutama sepanjang tahun 2015, pria kelahiran Tapanuli Selatan ini ternyata mendapatkan banyak sekali penolakan dari klien. Alasannya hanya satu, karena dirinya pernah menjadi terdakwa dan mendekam di rutan tiga bulan lamanya.

Belum lagi catatan digital terus membayangi kariernya. Pemberitaan yang massif di media massa pada medio tahun 2014 itu turut mempengaruhi pekerjaan Jandri. Atribut sebagai terdakwa yang sudah tersisip pada image-nya sebagai kurator/pengurus mempunyai andil besar hilangnya kepercayaan klien terhadap integritas yang selama ini sudah dia bangun bertahun-tahun.

“Apalagi buka Google, muncul berita tentang saya,” ujarnya seraya menegaskan putusan bebas murni yang dibacakan PN Surabaya pada 23 Oktober 2014, tak lantas memperbaiki citra dirinya yang terlanjur rusak di mata klien dan publik.

Tags:

Berita Terkait