Mengenal Law Firm Berlabel 'Konsultan HAM'
Utama

Mengenal Law Firm Berlabel 'Konsultan HAM'

Konsultan HAM bertugas membantu klien dalam menuntaskan perselisihan atau sengketa dengan perspektif HAM. Sayangnya, belum begitu banyak advokat atau kantor hukum yang memiliki spesialisasi penanganan kasus berdimensi hak asasi manusia (HAM).

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Founder sekaligus Managing Partner Husendro Group, Husendro saat ditemui Tim Hukumonline di kantornya, Selasa (28/5/2024). Foto: FKF
Founder sekaligus Managing Partner Husendro Group, Husendro saat ditemui Tim Hukumonline di kantornya, Selasa (28/5/2024). Foto: FKF

Terdapat berbagai area praktik yang bisa digeluti kalangan advokat profesional. Misalnya, membuat label seperti ahli di bidang “Konsultan Hukum Pasar Modal”, “Konsultan Hak Kekayaan Intelektual”, “Konsultan Hukum Pajak”, dan lain sebagainya. Ini hal yang lumrah dilihat pada plang-plang ragam kantor hukum. Tapi, menariknya terdapat praktisi yang mengusung predikat “Konsultan Hak Asasi Manusia (HAM)” dalam label pemberian jasa hukum mereka.

“Waktu saya di Komnas HAM saya menjadi penyelidik senior hampir 9 tahun. Kasus-kasus berdimensi HAM itu ternyata meliputi berbagai aspek hukum: ada keperdataan, pidana, ketatanegaraan, administrasi, perburuhan, banyak sekali. Makanya orang HAM harus menguasai itu semua,” ujar Founder sekaligus Managing Partner Husendro Group, Husendro saat ditemui Hukumonline di kantornya, Selasa (28/5/2024).

Baca Juga:

Secara garis besar, konsultan HAM bertugas membantu klien dalam menuntaskan perselisihan atau sengketa dengan perspektif HAM. Namun, dia menyayangkan sejumlah advokat tanah air tidak memahami dimensi hak asasi manusia dalam memberikan layanan hukum kepada klien-kliennya. Kebanyakan pendekatan yang dilakukan hanya berbasis hukum normatif dan mengesampingkan pendekatan hak asasi manusia. 

Ia mencontohkan dalam kasus sebuah perusahaan tambang yang hendak melakukan operasi penambangan di kawasan hutan yang ditempati dari generasi ke generasi oleh masyarakat setempat. Tentu hal ini dapat memicu bentrok/konflik antara pihak perusahaan dengan masyarakat setempat. Menurutnya, bila perselisihan yang terjadi terus dituntaskan “secara hukum” yang kaku, hanya akan berakhir dengan masyarakat yang selalu kalah, terlepas faktanya mereka sudah menggantungkan hidup di wilayah tersebut sejak dahulu.

“Yang terjadi apa? Diserbu sama masyarakat. Lalu bagaimana? Di situlah peran hak asasi manusia, dan itu kurang dimainkan oleh law firm (di Indonesia). Di bisnis ada yang namanya UN Global Compact, itu adalah bagaimana investasi tidak boleh memiskinkan tapi harus lebih memakmurkan masyarakat sekitar. Buat apa usaha, tapi berantem terus?”

Mantan Senior Investigator Komisioner Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI itu menilai sampai sekarang masih banyak lulusan Sarjana Hukum yang sebatas terpaku pada mindset legal positivism. Sampai-sampai menutup mata terhadap fakta di lapangan dan cenderung enggan melakukan pendekatan HAM atas kasus yang melibatkan pihak perusahaan dengan masyarakat sipil. Itulah yang mendorongannya berpraktik sebagai seorang konsultan HAM.

Tags:

Berita Terkait