Kendati begitu, Benyamin menekankan perlunya suatu perjanjian yang bersifat formal antara penerbit dengan agen. Karena, dalam perjanjian tersebut dapat termuat hak-hak dan kewajiban dari kedua belah pihak. Jika hal itu tidak diatur, menurut Benyamin, yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan baik di dalam KUHPidana maupun KUHPerdata.
Dalam membuat perjanjian, agen-agen perlu memiliki pengacara agar mereka bisa meminta nasihat atau konsultasi terhadap perbuatan-perbuatan hukum yang akan dilakukan. Contoh di AS, setiap keluarga punya dokter dan pengacara pribadi.
Dalam membuat perjanjian antara agen dan penerbit, Benyamin mengusulkan klausul yang menyatakan bahwa jika terjadi sengketa atau dispute diselesaikan melalui arbitrase, misalnya BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia), agar proses hukumnya bisa lebih cepat. Sebab, sifat putusan badan arbitrase adalah binding (mengikat) dan final (tidak dapat dibanding dan dikasasi).