Mengintip Kaidah Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar MA 2020
Utama

Mengintip Kaidah Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar MA 2020

Rapat Pleno Kamar Tahun 2020 menghasilkan beberapa kaidah hukum untuk kamar pidana, kamar perdata, kamar agama, kamar militer, tata usaha negara.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 8 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Mahkamah Agung (MA) telah menyelenggarakan Rapat Pleno Kamar MA ke-9 pada Minggu (29/11) hingga Selasa (1/12) di Bandung. Rapat Pleno Kamar MA yang menjadi agenda tahunan ini dihadiri 272 peserta. Hasil pleno kamar ini dituangkan dalam SEMA No. 10 Tahun 2020 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2020 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan tertanggal 18 Desember 2020.

“SEMA ini merupakan hasil rumusan kamar terbaru pada tahun 2020 yang berisi tentang kesepakatan menyangkut permasalahan-permasalahan hukum baru dan revisi terhadap kesepakatan rapat pleno terdahulu berdasarkan kasus-kasus hukum terbaru,” ujar Ketua MA Muhammad Syarifuddin saat menyampaikan Refleksi Akhir Tahun MA Tahun 2020 di Gedung MA Jakarta, Rabu (30/12/2020) kemarin. (Baca Juga: MA Rumuskan Hasil Rapat Pleno Kamar 2020)

“Rumusan hasil pleno kamar tahun 2012 sampai dengan tahun 2020, sebagai satu kesatuan yang tidak dipisahkan dan seluruh rumusan tersebut diberlakukan sebagai pedoman penanganan perkara dan kesekretariatan di MA, pengadilan tingkat pertama, dan pengadilan tingkat banding sepanjang substansi rumusannya sesuai kewenangannya. Rumusan hasil pleno kamar 2012 sampai dengan tahun 2019 yang secara tegas direvisi atau secara substansial bertentangan dengan rumusan hasil rapat pleno tahun 2020, rumusan tersebut dinyatakan tidak berlaku,” demikian bunyi poin 1 dan 2 SEMA 10 Tahun 2020 ini.      

Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2020 itu melahirkan rumusan-rumusan sebagai berikut:

  1. Rumusan pleno kamar pidana
  2. Rumusan pleno kamar perdata
  3. Rumusan pleno kamar agama
  4. Rumusan pleno kamar militer
  5. Rumusan pleno tata usaha negara, dan
  6. Rumusan pleno kesekretariatan.  

Rumusan Kamar Pidana

  1. Dalam perkara tindak pidana perpajakan, Majelis Hakim selain menjatuhkan pidana penjara juga menjatuhkan pidana denda yang jumlahnya minimal 2 kali atau maksimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku dari jumlah pajak yang tidak disetor/diselewengkan oleh Terdakwa. Jika Terpidana tidak membayar denda paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi denda tersebut. Dalam hal Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar denda, maka dipidana dengan pidana kurungan paling lama 8 bulan yang diperhitungkan secara proporsional.
  2. Putusan Hakim Pidana yang amarnya menetapkan status barang bukti "dirampas untuk negara" eksekusi tetap dilaksanakan oleh Jaksa selaku eksekutor sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, walaupun ada putusan pailit dari Pengadilan Niaga yang menyatakan Terdakwa dalam keadaan pailit.
  3. Dalam perkara tindak pidana korupsi, pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti harus diperhitungkan/dikompensasikan dengan uang/barang yang telah disita/dititipkan dan/atau yang telah dikembalikan oleh Terdakwa kepada Penyidik/JPU/Kas Negara/Kas Daerah.
  4. Kerugian yang timbul pada anak perusahaan BUMN/BUMD yang modalnya bukan bersumber dari APBN/APBD atau bukan penyertaan modal dari BUMN/BUMD dan tidak menerima/menggunakan fasilitas Negara, bukan termasuk kerugian keuangan Negara.
  5. Dalam menjatuhkan pidana, Hakim tidak terikat pada penetapan status Terdakwa sebagai justice collaborator yang dikeluarkan oleh lembaga penegak hukum lain yang bertentangan dengan ketentuan Angka 9 SEMA Nomor 4 Tahun 2011 juncto huruf C.4 SEMA Nomor 7 Tahun 2012. (Baca Juga: Beragam Kebijakan dan Capaian MA Sepanjang Tahun 2020)

Rumusan Kamar Perdata

  1. Gugatan Kurang Pihak Dalam Perkara Tanah
      1. Gugatan terhadap kepemilikan tanah yang sudah bersertifikat atas nama penjual, jual beli mana dilaksanakan di hadapan PPAT, maka penggugat yang tidak menarik penjual sebagai pihak, bukan merupakan gugatan yang kurang pihak.
      2. Jika diajukan eksepsi mengenai gugatan kurang pihak, karena penggugat tidak menarik penjual sebagai pihak atas tanah objek jual beli yang belum bersertifikat atas nama penjual dan atau jual beli dilakukan di bawah tangan, maka eksepsi tersebut dapat diterima.
      3. Dalarn gugatan kepemilikan tanah, penggugat yang tidak menarik pihak atau pihak-pihak yang berdasarkan hasil pemeriksaan setempat secara nyata menguasai objek sengketa, sedangkan penggugat mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pihak atau pihak-pihak tersebut secara nyata menguasai objek sengketa secara permanen atau dengan alas hak, merupakan gugatan kurang pihak.
      4. Kriteria Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus ditarik sebagai pihak dalam hal terdapat sertifikat ganda atas sebagian atau keseluruhan dari luas tanah objek sengketa, antara lain:
      1. Jika ada petitum yang meminta pengadilan menjatuhkan putusan mengenai perbuatan hukum tertentu atas sertifikat, maka BPN harus ditarik sebagai pihak, atau
      2. Jika dalam petitum tidak ada tuntutan mengenai perbuatan hukum tertentu atas sertifikat yang diterbikan oleh BPN, maka BPN tidak perlu ditarik sebagai pihak.
  1. Kewenangan Menilai Kekuatan Sertifikat dan Bukti Pelunasan
Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait