Hal tersebut tentu mengundang pertanyaan sebagian anggota DPR di Komisi III. Salah satunya adalah anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) Soedarmani Wiryatmo yang merasa belum puas dengan keterangan yang disampaikan Hamid di dalam laporan tertulisnya.
Menjawab pertanyaan Soedarmani, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Depkum dan HAM Zulkarnain Yunus kembali menegaskan bahwa UUJN memang memberikan kewenangan kepada notaris untuk membuat akta tanah. Sedangkan BPN beranggapan yang boleh membuat akta tanah itu notaris yang sudah diangkat menjadi PPAT. Jadi, persoalan itu ada di sana, jelasnya.
Ditambahkan Zulkarnain, secara yuridis tidak ada permasalahan terkait wewenang notaris untuk membuat akta tanah sebagaimana diatur dalam pasal 15 ayat (2) huruf f. Tinggal sekarang pendekatan-pendekatan bagaimana ada kesesuaian pandangan di dalam mengimplementasikan pasal 15 ayat 2 huruf f tersebut, ujarnya.
Selain itu, Menkum juga memberikan laporan terkait telah terbentuknya Majelis Pengawas Notaris di tingkat Pusat serta Majelis Pengawas Wilayah (MPW) untuk 29 propinsi di Indonesia. Namun demikian, jelas Menkum, MPW tersebut belum dapat operasional secara maksimal karena biaya operasional untuk mereka belum tersedia di APBN Depkum HAM tahun 2005.
Perlu diketahui, keanggotaan Majelis Pengawas notaris terdiri dari unsur pemerintah, organisasi notaris, dan ahli/akademisi. Keanggotaan masing-masing unsur diwakili oleh tiga orang. Dijelaskan pula oleh Menkum bahwa pembentukan MPW di Nanggroe Aceh Darussalam ditunda karena terjadinya bencana alam gempa dan tsunami.