Menkumham Yasonna Laoly Luruskan Kontroversi Terkait KUHP
Terbaru

Menkumham Yasonna Laoly Luruskan Kontroversi Terkait KUHP

Yasonna berharap KUHP yang baru menjadi reformasi hukum pidana dengan pendekatan sistem pemidanaan yang berbeda. Mengedepankan keadilan korektif, keadilan rehabilitatif, dan keadilan restoratif sebagai sanksi pidana alternatif selain pidana penjara berupa denda, kerja sosial dan pengawasan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit

Dalam KUHP yang baru, pidana mati merupakan pidana alternatif dengan masa percobaan 10 tahun, yang dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup atau pidana tetap berdasarkan penilaian objektif atas perilaku baik narapidana. Selanjutnya ia juga meluruskan persepsi terkait kebebasan berekspresi. Yasonna mengataan bahwa KUHP telah dengan jelas membedakan tindakan antara kritik dan penghinaan. Melakukan kritik yang berlandaskan atas kepentingan umum bukan kejahatan, namun penghinaan yang terhadap siapa pun adalah kejahatan rasial yang dapat dilaporkan oleh individu yang diserang.

"Norma ini sebenarnya diterapkan di banyak negara. KUHP baru mengaturnya sebagai delik aduan, yang hanya bisa diajukan oleh yang bersangkutan, bukan oleh masyarakat atau simpatisan dan relawan," tambahnya.

Selain itu, KUHP mencakup dua inti kejahatan, yaitu genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Sanksinya diproses berdasarkan metode Delphi Internasional, yaitu proses yang melibatkan pendapat atau keputusan kelompok oleh panel ahli. Kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan akan dirujuk ke pengadilan HAM Indonesia.

Terakhir, KUHP yang baru juga tidak mendiskriminasi perempuan, anak-anak dan kelompok minoritas lainnya, termasuk agama atau kepercayaan apapun. Hal tersebut karena semua ketentuan yang relevan dari KUHP sebelumnya disempurnakan, mengakomodasi prinsip-prinsip hukum yang berlaku secara universal seperti Kovenan Internasional tentang Sipil dan Hak Politik (New York Convention 1966).

Yasonna mengatakan bahwa KUHP yang baru memiliki masa tenggang tiga tahun untuk kemudian dapat berlaku secara efektif. Saat ini, sebagai masa transisi dilakukan diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan, untuk meminimalisir pro dan kontra.

"Kami juga akan menyiapkan berbagai peraturan pelaksana KUHP, guna meminimalisir potensi penyalahgunaan wewenang oleh penegak hukum," jelas Yasonna.

Ia menyebut butuh proses dan waktu yang panjang untuk mengubah KUHP lama warisan kekuasaan kolonial Belanda. Proses tersebut seiring dengan beragamnya masyarakat di Indonesia yang membawa nilai, budaya dan norma kehidupannya masing-masing.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait