Menyoal Langkah Restrukturisasi Jiwasraya oleh Pemerintah
Terbaru

Menyoal Langkah Restrukturisasi Jiwasraya oleh Pemerintah

Pemerintah beserta DPR dinilai telah abai terhadap ketentuan hukum perdata.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Foto: jiwasraya.go.id
Foto: jiwasraya.go.id

Pemerintah selaku pemegang saham minoritas pada PT Jiwasraya (Persero) mengambil langkah restrukturisasi untuk menyelesaikan gagal bayar. Langkah ini dianggap sebagai upaya terbaik ketimbang opsi likuidasi. Restrukturisasi akan dilakukan sebaik-baiknya untuk memastikan portofolio polis yang ditransfer dapat menciptakan keuntungan perusahaan baru yakni IFG Life.

Pakar peransuransian Irvan Rahardjo mengatakan terdapat tiga opsi yang mungkin bisa dilakukan terhadap Jiwasraya yakni bail out, llikuidasi, dan resturkturisasi, transfer dan bail in. Dari ketiga opsi tersebut, upaya bail out tidak bisa ditempuh lantaran belum adanya aturan terkait bail out industri asuransi, baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Sementara opsi restrukturisasi adalah langkah yang dipilih pemerintah ketimbang opsi likuidasi.

Namun dalam prosesnya, Irvan menilai pemerintah beserta DPR telah abai terhadap ketentuan hukum perdata. Di mana seluruh proses restrukturisasi tidak melibatkan kreditur selaku nasabah Jiwasraya. Dia melihat langkah itu berlangsung secara sepihak, bersifat intimidatif, dan opsi yang ditawarkan merugikan kreditur. Padahal perjanjian yang dilakukan kedua belah pihak didasarkan pada kebebasan berkontrak dan iktikad baik.

Keputusan untuk melakukan restrukturisasi terhadap Jiwasraya, lanjut Irvan, didasarkan pada kesepakatan antara pemerintah dan DPR tanpa melibatkan kreditur. Pada posisi ini kreditur hanya diberikan dua pilihan yakni menyetujui restrukturisasi yang ditawarkan atau menolak. Hal ini menunjukkan adanya unsur pemaksaan, terutama ketika kreditur dianggap menyetujui restrukturisasi ketika tidak memberikan jawaban dalam 30 hari. (Baca: Skenario yang Disiapkan Pemerintah Pasca Restrukturisasi Polis Jiwasraya)

“Restrukturisasi ini ilegal karena seluruh proses mengabaikan hukum keperdataan yang merupakan dasar dari asuransi yang mengikat antara tertanggung dan penanggung, proses restrukturisasi juga mengabaikan hukum privat dan perdata, dan menempatkan proses hanya kepada hukum publik, padahal hukum publik tidak bisa mengabaikan perdata dan perdata juga tidak bisa mengabaikan hukum publik. Ada pemaksaan,” katanya dalam Webinar Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII, Sabtu (29/5).

Merujuk pada Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi, “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik”.

Dalam konteks ini, perjanjian merupakan UU bagi para pihak yang harus dilaksanakan dengan itikad baik. Menurut Subekti dalam bukunya Pokok–pokok Hukum Perdata (hal. 41), asas iktikad baik mengharuskan para pihak melaksanakan perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan yang baik dari para pihak.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait