Melihat Pertimbangan PT DKI Kurangi Hukuman Eks Dirkeu Jiwasraya Jadi 20 Tahun
Utama

Melihat Pertimbangan PT DKI Kurangi Hukuman Eks Dirkeu Jiwasraya Jadi 20 Tahun

Meskipun hukuman pidana berkurang, namun ia dikenakan denda Rp1 miliar.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 4 Menit
Foto: jiwsraya.co.id
Foto: jiwsraya.co.id

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengurangi putusan mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (persero) Hary Prasetyo menjadi pidana penjara selama 20 tahun. Sebelumnya Hary divonis penjara selama seumur hidup oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi investasi asuransi Jiwasraya.

Lalu apa pertimbangan hakim tinggi? Majelis hakim pimpinan Haryono dengan anggota Sri Andini, Mohammad Lutfi, Reni Halida Ilham Malik dan Lafat Akbar ini secara umum menyetujui pertimbangan Pengadilan Tipikor Jakarta atas perkara tersebut sehingga dapat dikuatkan dan dipertahankan. Namun untuk lamanya pemidanaan menurut hakim tinggi kurang memenuhi teori pemidanaan yang dianut dalam sistem hukum di Indonesia sehingga hakim tinggi tidak sependapat dengan hal tersebut. (Baca: Menyoal Kepastian Hukum Perlindungan Konsumen Asuransi)

“Menimbang bahwa dalam tatanan teori pemidanaan ketika seseorang dinyatakan bersalah sehingga yang bersangkutan harus dipidana maka tujuan pemidanaan tidak semata-mata merupakan pembalasan dengan segala konsekuensi keterbatasan ruang dan lingkungan, rasa malu dan pengekangan bagi si Terpidana namun disisi lain juga untuk memberi pembinaan yang berbasis pada pendidikan moral, intelektual dan kesadaran hukum karena setiap orang harus dipandang sebagai makhluk Tuhan yang berpotensi bisa diperbaiki, dibina, dan dikembalikan kepada kehidupan bermasyarakat dan bersosial serta diharapkan dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya,” ujar hakim tinggi dalam pertimbangannya.

Demikian juga dalam tatanan teori pengambilan suatu putusan maka diharapkan bisa mengakomodir tujuan yang dikehendaki oleh putusan tersebut. Dalam teori utilitas atau teori kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum, suatu keputusan harus bisa menjadi instrument koreksi dalam pribadi si Pelaku/Terdakwa/Terpidana serta merupakan jawaban dari keadilan responsif bagi masyarakat terutama menuju perbaikan tatanan moral dan tatanan sosial.

Majelis menyatakan Hary telah terbukti melanggar pasal 2 ayat (1) jo. pasal 18 Undang Undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Maka Pengadilan Tinggi mencermati lebih dalam lagi apakah penjatuhan pidana kepada Terdakwa telah mempertimbangkan tentang kategori kerugian Keuangan Negara, tingkat kesalahan, dampak, keuntungan, keadaan-keadaan yang memberatkan dan yang meringankan dan ketentuan lain yang berkaitan dengan penjatuhan pidana sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung RI nomor 1 tahun 2020.

Dalam hal ini Hary Prasetyo, Syahmirwan, dan Hendrisman Rahim telah melakukan pengelolaan investasi Saham dan Reksa Dana PT Jiwasraya yang tidak transparan dan tidak akuntabel dengan melakukan kesepakatan tanpa ditetapkan oleh Direksi PT Jiwasraya dan tanpa analisis yang didasarkan pada data yang objektif yaitu hanya dengan cara kesepakatan dengan Terdakwa Joko Hartono Tirto, Heru Hidayat, dan Benny Tjokro Saputro sehingga menimbulkan kerugian Negara atas investasi saham berupa pembelian 4 saham (BJBR, PPRO, SMBR, dan SMRU) dan investasi Reksa Dana berupa pembelian 21 Reksa Dana pada 13 (Tiga Belas) Manajer Investasi;

Tags:

Berita Terkait