MK ‘Kandaskan’ 24 Permohonan Sengketa Pilkada
Sengketa Pilkada 2018:

MK ‘Kandaskan’ 24 Permohonan Sengketa Pilkada

Karena tidak memiliki legal standing, tidak memiliki objek permohonan, melewati batas selisih suara 0,5 persen hingga 2 persen termasuk Pemohon Calon Pasangan Tunggal dalam Pilkada Kota Makassar, sehingga kotak/kolom kosong tetap sebagai pemenang.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Mahkamah menilai jumlah perbedaan perolehan suara antara Pemohon dengan suara yang “tidak setuju” (kolom kosong) dalam sengketa Pilkada Kota Makassar Tahun 2018 paling banyak 0,5% x 565.040 suara (total suara sah) = 2.825 suara. Sementara perolehan suara Pemohon adalah 264.245 suara, sedangkan perolehan suara yang “tidak setuju” (kolom kosong) adalah 300.795 suara, sehingga perbedaan perolehan suara antara Pemohon dengan suara yang “tidak setuju” (kolom kosong) adalah 300.795 suara - 264.245 suara = 36.550 suara.

 

Selisih angka 36.550 suara itu jauh melebihi (melewati) 2.825 suara,” ujar Hakim Konstitusi Wahiddudin Adam saat membacakan putusan ini di Gedung MK Jakarta, Jum’at (10/8/2018).  

 

Karena itu, Meskipun Pemohon pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Makassar tunggal, tetapi Pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan seperti dimaksud Pasal 158 ayat (2) huruf d UU No. 10/2016 dan Pasal 8 ayat (2) huruf d Peraturan MK No. 6/2017 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Perselisihan hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dengan Satu Pasangan Calon.

 

“Dengan demikian, eksepsi Termohon bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo dapat diterima dan beralasan menurut hukum. Sehingga, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.”

 

Tak hanya itu, sengketa Pilkada Kota Makasar yang sama dengan pemohon berbeda pun dinyatakan tidak dapat diterima. Pemohonnya, pasangan calon Walikota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto dan Indira Mulyasari Paramastuti Ilham (Petahana) yang digugurkan pencalonannya melalui Keputusan KPU Kota Makasar No. 71/P.KWK/HK/03.1-Kpt/7371/KPU-Kot/VII/2018, disebabkan melanggar administrasi pemilihan umum.

 

Mahkamah menilai Pemohon tidak memiliki legal standing dalam permohonan ini. Sebab, Mahkamah berpendapat pemohon bukanlah Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota dalam Pilkada Kota Makassar Tahun 2018 karena tidak memenuhi Pasal 1 angka 4 UU 8/2015, Pasal 157 ayat (4) UU Pilkada, dan Pasal 3 ayat (1) huruf c Peraturan MK No. 6/2017 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Perselisihan hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dengan Satu Pasangan Calon.

 

“Dengan demikian, eksepsi Termohon berkenaan dengan kedudukan hukum Pemohon beralasan menurut hukum. Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Majelis MK Anwar Usman dalam persidangan.

Tags:

Berita Terkait