MK Putuskan 11 Pengujian UU Cipta Kerja Lain Kehilangan Objek
Terbaru

MK Putuskan 11 Pengujian UU Cipta Kerja Lain Kehilangan Objek

11 permohonan UU Cipta Kerja baik uji formil maupun materil dinyatakan tidak dapat diterima.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Majelis MK saat membacakan putusan pengujian UU Cipta Kerja di ruang sidang MK, Kamis (25/11/2021). Foto: RES
Majelis MK saat membacakan putusan pengujian UU Cipta Kerja di ruang sidang MK, Kamis (25/11/2021). Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian pengujian formil UU No.11 Tahun 2020 tentang UU Cipta Kerja meski ada 4 hakim konstitusi mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda). Dalam putusannya, MK menyatakan UU Cipta Kerja dinilai cacat formil karena proses penyusunannya tidak memenuhi asas, metode, baku/standar, sistematika pembentukan peraturan dan inkonstitusional bersyarat dengan menentukan berlakunya UU tersebut maksimal 2 tahun sejak putusan diucapkan pada 25 November 2021.

MK memberi tenggang waktu selama 2 tahun bagi pembentuk UU untuk memperbaiki proses pembentukan UU Cipta Kerja. Bila tidak diperbaiki dalam tenggang waktu 2 tahun, UU Cipta Kerja dianggap inkonstitusional secara permanen. Jika demikian, konsekuensinya pasal-pasal atau materi muatan sejumlah undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali. Dalam tenggang waktu 2 tahun itu pula menangguhkan segala tindakan/kebijakan Pemerintah yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru dari UU Cipta Kerja.

Selain Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 itu, sebenarnya ada sekitar 11 pengujian UU Cipta Kerja yang lain yang diputuskan pada hari yang sama baik pengujian formil maupun materil. Pertama, Putusan MK No.87/PUU-XVII/2020 yang dimohonkan Ketua Umum dan Sekum DPP Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa Deni Sunarya dan Muhammad Hafidz. Kedua, Putusan MK No.101/PUU-XVIII/2020 yang dimohonkan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dkk.

Ketiga, Putusan MK No.103/PUU-XVIII/2020 yang dimohonkan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Keempat, Putusan MK No.105/PUU-XVIII/2020 yang dimohonkan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Rudi Harlan, Arie Nugraha dkk. Kelima, Putusan MK No.107/PUU-XVIII/2020 yang dimohonkan Serikat Petani Indonesia, Yayasan Bina Desa Sadajiwa (Bina Desa), Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu, Serikat Petani Kelapa Sawit, dkk. (Baca Juga: Dinilai Cacat Formil, MK Putuskan Status Keberlakuan UU Cipta Kerja)

Keenam, Putusan MK No.108/PUU-XVIII/2020 yang dimohonkan Advokat Ignatius Supriyadi, Sidik, Janteri. Ketujuh Putusan MK No.3/PUU-XIX/2021 yang dimohonkan Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. Kedelapan, Putusan MK No.4/PUU-XIX/2021 yang dimohonkan 660 pekerja dari berbagai perusahaan diantaranya R. Abdullah, Indra Munaswar, Abdul Hakim. Kesembilan, Putusan MK No. 5/PUU-XIX/2021 yang dimohonkan Putu Bagus Dian Rendragraha dan Simon Petrus Simbolon. Kesepuluh, Putusan MK No.6/PUU-XIX/2021 yang dimohonkan Riden Hatam Aziz, Suparno, Fathan Almadani, Yanto Sulistianto. Kesebelas, Putusan MK No.55/PUU-XIX/2021 yang dimohonkan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (Yayasan HAkA). Lalu, bagaimana isi 11 putusan MK tersebut?

Dalam 11 putusan MK tersebut dinyatakan tidak dapat diterima dengan dalih kehilangan objek. Misalnya, dalam uji materil Putusan MK No.87/PUU-XVII/2020, disimpulkan Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo; Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo; Permohonan provisi tidak beralasan menurut hukum; Permohonan Pemohon kehilangan objek; hal-hal lain dari permohonan a quo tidak dipertimbangkan lebih lanjut.

“Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” demikian bunyi amar Putusan MK bernomor No.87/PUU-XVII/2020 yang dibacakan pada Kamis (25/11/2021) kemarin.

Dalam pertimbangannya, disebutkan pengujian formil UU 11/2020 telah diputus oleh Mahkamah dalam Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 bertanggal 25 November 2021, yang telah diucapkan sebelumnya dengan amar yang selengkapnya menyatakan: …….  

Dalam putusan berkenaan dengan pengujian formil UU 11/2020 tersebut terdapat 4 orang hakim konstitusi yang mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion) yakni Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Anwar Usman, Daniel Yusmic P. Foekh, dan Manahan M.P. Sitompul.

Berdasarkan amar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tersebut, telah ternyata terhadap UU 11/2020 telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan putusan dimaksud mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak diucapkan. Sehingga, terhadap permohonan pengujian materil a quo tidak relevan lagi untuk dilanjutkan pemeriksaannya karena objek permohonan yang diajukan Pemohon tidak lagi sebagaimana substansi undang-undang yang dimohonkan pengujiannya.

“Terlebih lagi dengan mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan [vide Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman], maka terhadap permohonan pengujian materil a quo harus dinyatakan kehilangan objek,” demikian bunyi pertimbangan Mahkamah.

Demikian pula dalam uji formil Putusan MK No.6/PUU-XIX/2021 menyebutkan UU 11/2020 telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak putusan diucapkan, sehingga objek permohonan yang diajukan para Pemohon a quo tidak lagi sebagaimana substansi undang-undang yang dimohonkan pengujiannya. Dengan demikian, permohonan para Pemohon a quo menjadi kehilangan objek.  

“Meskipun pokok permohonan para Pemohon tidak seluruhnya dipertimbangkan oleh Mahkamah dalam Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 bertanggal 25 November 2021. Namun oleh karena permohonan pengujian formil tidak dipersyaratkan harus terpenuhinya seluruh syarat secara kumulatif, dengan demikian menurut Mahkamah tidak relevan lagi mempertimbangkan syarat-syarat selain dan selebihnya yang didalilkan para Pemohon a quo lebih lanjut.”

Tags:

Berita Terkait