MPR Dinilai Gagal Mengamandemen UUD 1945
Berita

MPR Dinilai Gagal Mengamandemen UUD 1945

Rapat dengar pendapat PAH I BP MPR dengan Koalisi Ornop Konstitusi Baru berlangsung panas. Hujan interupsi antara anggota PAH I dengan Ornop mengiringi jalannya rapat dengar pendapat tersebut. Pasalnya, Ornop menyatakan BP MPR telah melakukan inkonsistensi dan pendekatan partisipasi publik yang sekadar simbolik saja dalam merumuskan perubahan UUD 1945.

AWi/Zae/APr
Bacaan 2 Menit
MPR Dinilai Gagal Mengamandemen UUD 1945
Hukumonline

Lebih jauh lagi, Koalisi Ornop menilai bahwa BP MPR telah gagal dalam melakukan amandemen UUD 1945. Menurut mereka, keseluruhan proses amandemen yang terjadi di MPR-RI selama ini tidak melalui proses yang transparan, akuntabel dan partisipatoris. Hampir seluruh keputusan mengenai amandemen diambil secara tertutup oleh tim lobi dan tim perumus.

 

Apalagi tanpa adanya transkrip atau minderheidsnota yang sebenarnya merupakan bagian penting dari perumusan sebuah konstitusi. Dengan demikian, sebagian besar anggota MPR justru tidak dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan tersebut. Selain itu, beban rangkap yang dipikul oleh sebagian besar anggota PAH I sebagai anggota DPR-RI.

 

Hal ini turut pula mengurangi kualitas pembahasan dan ketersediaan waktu untuk melakukan konsultasi publik dan sosialisasi dalam melakukan amandemen. "Partisipasi publik hanya simbolik karena sebagian besar masukan sama sekali tidak dipertimbangkan atau diolah dalam pembahasan selama proses amandemen itu," tegas Bambang Widjojanto.

 

Dalam siaran persnya menjelang rapat dengar pendapat tersebut, Bambang juga menyatakan bahwa sosialisasi yang dilakukan masih mencerminkan komunikasi satu arah dan hanya melibatkan kalangan Pemda dan Parpol setempat saja.

 

Kontra produktif

 

Menurut Smita Notosusanto, penggagas Koalisi Ornop ini, mengingat konstitusi merupakan suatu kontrak sosial antara rakyat dengan negara, maka prinsip konsultasi publik harusnya lebih ditekankan dan diperluas. Sehingga konstitusi tersebut tidak hanya menjadi milik dari sekelompok kecil elit politik yang berpusat di Jakarta saja.

 

"Kami khawatir seluruh proses selama ini menjadi sesuatu yang kontra produktif terhadap perkembangan demokratisasi di Indonesia ke depan," tandas Smita. Kekhawatiran tersebut didasarkan pada proses amandemen pertama, kedua dan ketiga yang memiliki berbagai kelemahan.

 

Kritik Koalisi Ornop ini tak ayal membuat kuping para angota PAH I BP MPR-RI Panas. Rapat dengar pendapat yang dipimpin Wakil Ketua PAH I BP MPR Slamet Effendi Yusuf dari Fraksi Golkar ini menjadi semakin panas begitu memasuki sesi tanya jawab. Prof. Soediharto dari Fraksi Utusan Golongan misalnya, mempertanyakan parameter penilaian Ornop terhadap kinerja PAH I selama ini.

Halaman Selanjutnya:
Tags: