Menakertrans Mengaku Baru Tahu Program DPPID
Berita

Menakertrans Mengaku Baru Tahu Program DPPID

Usulan Kemenakertrans bernama pembangunan infrastruktur daerah yang dananya berasal APBN-P 2011 Kemenakertrans, bukan dari DIPA Kemenkeu langsung.

fat
Bacaan 2 Menit
Menakertrans Muhaimin Iskandar jadi saksi terdakwa Dadong Irbarelawan dan terdakwa I Nyoman Suisnaya. Foto: SGP
Menakertrans Muhaimin Iskandar jadi saksi terdakwa Dadong Irbarelawan dan terdakwa I Nyoman Suisnaya. Foto: SGP

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar menjadi saksi dengan terdakwa Kabag Evaluasi, Program dan Pelaporan Ditjen Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemenakertrans, Dadong Irbarelawan dan terdakwa Sesditjen P2KT, I Nyoman Suisnaya. Sidang untuk kedua terdakwa ini dilakukan secara maraton di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/2).

Dalam kesaksiannya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengaku baru tahu program Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) di bidang transmigrasi yang uangnya berasal dari rekening Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Menurut Muhaimin, yang diusulkan kementeriannya adalah pembangunan infrastruktur di sejumlah daerah, bukan program DPPID. Program pembangunan infrastruktur ini dananya dimasukkan ke dalam APBN-P 2011 Kemenakertrans.

"Saya baru tahu surat B73 setelah di KPK. Dan menjadi tanda tanya karena ini menjadi model baru dalam usulan, sebelumnya sama sekali tidak pernah ada model seperti untuk DPPID. Ini (DPPID) adalah hal yang baru bagi Kemenakertrans," kata Muhaimin.

Awalnya, Muhaimin mengaku pernah menandatangani surat B97 yakni usulan program pembangunan infrastruktur daerah ke Kemenkeu. Dengan nilai anggarannya senilai Rp988 miliar. Penganggaran program nantinya masuk ke dalam APBN-P reguler Kemenakertrans tahun 2011. Dengan rincian untuk Ditjen P2KT sebesar Rp600 miliar dan Ditjen P2MKT Rp388 miliar. Tapi usulan atau surat ini tidak ada tindaklanjutnya dari Kemenkeu. 

Tak lama setelah itu, Kemenakertrans, melalui Sekjennya yang bernama Muchtar Lutfi kembali mengajukan surat ke Kemenkeu. Kali ini, surat tersebut bernama surat B73. Dana yang diajukan sebesar Rp500 miliar. Akhirnya surat ini pula yang menjadi cikal bakal dilaksanakannya program DPPID yang dananya berada di rekening Dirjen Perimbangan Daerah Kemenkeu.

Muhaimin mengaku hanya mengetahui usulan program pembangunan infrastruktur daerah. Ia tidak tahu program tersebut berubah menjadi DPPID yang dananya dari Kemenkeu. Dikatakan  Muhaimin, dirinya juga tak pernah dilaporkan Sekjen bahwa ada anggaran di luar anggaran Kemenakertrans. Menurutnya, program DPPID baru diketahui setelah dirinya dipanggil penyidik KPK saat penyidikan kasus.

Karena itu pula, dirinya pernah menegur Sekjen. "Sekjen belum pernah lapor kepada saya kalau ada anggaran di luar anggaran Kemenakertrans. (Sekjen) sudah saya panggil, dan dia sendiri juga tidak terlampau paham dengan anggaran DPPID yang berada di Kemenkeu," ujar pria yang biasa disapai Cak Imin ini. Menurutnya, program DPPID tak pernah dibahas dalam rapat di kementeriannya.

Akibat kejadian ini, kata Muhaimin, pihaknya langsung melakukan pembenahan. Caranya, dengan mengkonsolidasikan seluruh jajaran eselon satu dan eselon dua dan melaksanakan pengawasan secara ketat. Seperti penerimaan tamu-tamu menteri, dan pejabat eselon satu serta melarang keras membicarakan program di Kemenaketrans dengan orang di luar Kemenakertrans, yakni mengundang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan KPK untuk memberikan advice agar tidak terjadi korupsi.

Tunggu Perkembangan
Muhaimin mengaku gerah dengan pencatutan namanya oleh sejumlah pihak. Ada beberapa orang yang mencatut namanya, yakni Ali Mudhori, Muhammad Fauzi, Sindu Malik, Iskandar Prasajo dan Dani Nawawi. Namun, ia belum memastikan apakah akan melaporkan sejumlah orang itu ke polisi untuk pencemaran nama baik atau tidak. "Belum, kami akan menunggu di persidangan," katanya.

Menurut Muhaimin, dirinya tak pernah membicarakan program pembangunan infrastruktut dengan Ali Mudhori. Namun, mantan Anggota DPR itu pernah bertemu dengannya untuk membicarakan keinginan Ali yang ingin menjadi Bupati Lumajang. Cak Imin membenarkan bahwa Ali pernah menjadi tim asistensi Menakertrans bersama dengan Fauzi.

Menurut Cak Imin, tim asistensi bertugas untuk membantu staf khusus menteri. "Iya dia (Ali) pernah menjadi staf asistensi yang bekerjasama dengan staf khusus. Sama sekali (saya) tidak pernah bicara program DPPID dengan Ali Mudhori. Sebagai tim asistensi dia hanya berikan info data-data dengan tim asistensi lainnya ke staf khusus."

Terdakwa Dadong mengaku tak berkeberatan dengan kesaksian mantan atasannya itu. Hal senada juga diutarakan terdakwa Nyoman. Menurutnya, program DPPID memang hal baru di lingkungan Kemenakertrans. Ia membenarkan tak ada laporan ke Menakertrans terkait program DPPID ini dari anak buahnya. Menurutnya Dirjen P2KT Djoko Sidik Pramono yang melaporkan program ini ke menteri.

"Dalam sidang sebelumnya Djoko Sidik Pramono mengaku tidak melaporkan ke bapak menteri, sampai diketok palu dananya keluar Rp500 miliar per 18 juli (2011). Dari segi surat tidak ada hubungan. Tapi dari segi daerah, sebenarnya sudah mengalir sampai 18 Juli. Benar, yang disampaikan oleh saksi ini sesuatu yang baru. Baik di Kemenkeu dan Kemenakertrans. Harusnya Djoko yang melapor ke menteri," tutup Nyoman.

Tags: