OJK Kaji Turunkan Bunga Kredit Mikro dan KPR
Berita

OJK Kaji Turunkan Bunga Kredit Mikro dan KPR

Agar persaingan di industri tersebut makin sehat.

FAT
Bacaan 2 Menit
Ketua DK OJK, Muliaman D. Hadad. Foto: RES
Ketua DK OJK, Muliaman D. Hadad. Foto: RES
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji mengenai penurunan suku bunga kredit mikro dan Kredit Pemillikan Rumah (KPR). Kajian ini dilakukan setelah otoritas menilai pembatasan suku bunga nasabah deposito beberapa waktu lalu memperbaiki tingkat persaingan di industri perbankan.

"Setelah bunga deposito, kita kaji ada penurunan untuk kredit mikro, KPR dan lain-lain. Untuk memperbaiki persaingan," kata Muliaman di Jakarta, Senin (6/10).

Atas dasar itu, lanjut Muliaman, OJK memperkirakan, pertumbuhan kredit pada tahun ini akan menurun dari target awal tahun yang sebesar 17 persen. Akibatnya, akan terjadi koreksi terhadap Rencana Bisnis Bank (RBB) khususnya terkait pertumbuhan kredit.

"Kami perkirakan tidak akan setinggi awal tahun yang dipatok sebesar 17 persen," tutur Muliaman.

Menurutnya, pertumbuhan kredit berdasarkan RBB akan terkoreksi menjadi 15-16 persen. Muliaman mengatakan, turunnya target pertumbuhan kredit lantaran banyak faktor yang menyebabkan likuititas mengering. Misalnya, terjadi pelambatan ekonomi di sejumlah negara seperti Tiongkok, Jepang dan Eropa.

Bukan hanya itu, menurunnya pertumbuhan kredit dalam negeri juga disebabkan oleh pelemahan pertumbuhan ekonomi makro. "Banyak faktor karena kekeringan likuiditas, maka kami melihat pertumbuhan bank tidak akan setinggi target awal tahun karena adanya koreksi," kata Muliaman.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Avliani mengatakan, pembatasan suku bunga oleh OJK harus diterapkan secara hati-hati. Kebijakan tersebut berpotensi mempengaruhi likuiditas suatu perbankan. Hal itu dikarenakan, masyarakat akan lebih memilih suku bunga yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

"Mekanisme mematok (suku bunga, red) ini agak berbahaya. Misalnya, deposan BUKU IV pindah ke BUKU III, lalu jika BUKU IV tidak menaikkan suku bunganya, deposannya bisa pindah," ujar Aviliani.

Atas dasar itu, ia menyarankan agar kebijakan membatasi suku bunga dana nasabah ini perlu dilihat lagi efektifitasnya. Ia berharap, kebijakan ini tidak memicu pengurangan likuiditas suatu bank dan berdampak kepada perbankan yang lain.

"Kebijakan mematok itu perlu dilihat efektifitasnya, begitu juga untuk bunga UMKM," kata Aviliani.

Sebelumnya, OJK mengeluarkan kebijakan membatasi suku bunga dana perbankan. Kebijakan ini dikeluarkan melalui supervisory action.Pembatasan maksimum suku bunga perbanakan di BUKU 3 lebih besar jika dibandingkan BUKU 4. Untuk BUKU 4, maksimum suku bunga 200 basis points (bps) di atas suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) atau maksimum 9,50 persen termasuk insentif yang diberikan secara langsung kepada nasabah penyimpan dana.

Sedangkan untuk BUKU 3, maksimum suku bunga 225 bps di atas BI Rate atau maksimum 9,75 persen termasuk insentif yang diberikan secara langsung kepada nasabah penyimpan dana. Untuk optimalisasi suku bunga maksimum ini, maka OJK juga akan melakukan monitoring dan supervisory action terhadap bank-bank BUKU 1 dan BUKU 2. Hal ini dilakukan untuk mendukung penurunan suku bunga DPK.
Tags:

Berita Terkait