Ombudsman: Mogok Dokter Ganggu Hak Publik
Aktual

Ombudsman: Mogok Dokter Ganggu Hak Publik

ANT
Bacaan 2 Menit
Ombudsman: Mogok Dokter Ganggu Hak Publik
Hukumonline

Ombudsman Republik Indonesia mengimbau kepada asosiasi kedokteran untuk tidak lagi mengarahkan para dokter untuk melakukan mogok bersama karena bisa mengganggu hak publik.

"Aksi ini dapat mengganggu hak publik untuk mendapatkan layanan kesehatan," kata Ombudsman Bidang Pencegahan, Hendra Nurtjahjo, dalam keterangan tertulisnya, Kamis.

Menurut Hendra asosiasi kedokteran dan pemerintah lebih baik segera mengevaluasi pembentukan standar pelayanan medis di tingkat lokal/daerah sebagai pedoman prosedural yang resmi/sah, bukan mengerahkan puluhan atau ratusan dokter untuk turun jalan.

Standar ini dibuat untuk mengukur tindakan para dokter apakah melanggar etik yang berdampak hukum atau tidak.

Hendra menambahkan sikap protes ini bisa dilakukan secara konstruktif tanpa harus merugikan hak publik. Misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menulis surat protes dengan argumentasi hukum dan medis yang mereka anggap benar.

Hal ini karena, lanjut Hendra, apabila dicermati secara internal etika profesi medis, aksi mogok ini bertentangan dengan tanggung jawab dokter yang termuat dalam sumpah kedokteran. Pengabaian kewajiban atau penelantaran ini bisa berakibat kematian atau penderitaan pasien yang semestinya ditangani oleh ratusan dokter yang tidak berada di tempat.

"Hal ini jelas merupakan maladministrasi pelayanan publik yang harus segera dipulihkan." ujarnya.

Pada Rabu (27/11) lalu, sejumlah dokter se-Indonesia melakukan aksi mogok sebagai protes terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) atas kasus Dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani beserta rekannya, Hendy Siagian dan Hendy Simanjuntak di Manado, Sulawesi Utara.

Kasus Dokter Ayu dan kawan-kawan berawal dari meninggalnya pasien Julia Fransiska Maketeyn di Rumah Sakit R.D. Kandou Malalayang, Manado pada 10 April 2010. Keluarga Julia lalu menggugat ke pengadilan negeri kemudian Dokter Ayu dan dua rekannya dianggap tidak bersalah.

Namun, di tingkat kasasi, Dokter Ayu dan kawan-kawan divonis 10 bulan penjara oleh majelis hakim karena dianggap telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain".

Mahkamah Agung (MA) berdasarkan putusan Nomor 365 K/Pid/ 2012 pada 18 September 2012, MA mengabulkan permohonan kasasi dari jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Manado dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor 90/PID.B/2011/PN.MDO tanggal 22 September 2011.

Atas putusan ini, ribuan dokter pun menggelar aksi solidaritas dengan turun ke jalan melakukan 'longmarch' dari Tugu Proklamasi, Bundaran Hotel Indonesia, Istana Negara, dan kantor Mahkamah Agung begitu juga di daerah lain. Sebagian besar dokter di Indonesia pun secara serempak tidak memberikan pelayanan kesehatan kecuali untuk melayani pasien gawat darurat.

Tags: