Pajak Alat-Alat Berat Adalah Pajak Berganda
Berita

Pajak Alat-Alat Berat Adalah Pajak Berganda

Alat-alat berat seharusnya tidak dapat dikenakan pajak karena merupakan alat produksi, bukan kendaraan transportasi atau kendaraan bermotor.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi kendaraan bermotor. (Sgp)
Foto ilustrasi kendaraan bermotor. (Sgp)

Dosen Hukum Pajak Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Dewi Kania Sugiharti, berpendapat pengenaaan pajak bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) terhadap alat-alat berat merupakan double taxation (pajak berganda).

“Jika pada saat penyerahan alat-alat berat dikenakan pajak penjualan (PPN), maka pengenaan BBNKB merupakan double taxation vertikal,” kata Dewi saat memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang lanjutan pengujian Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (10/4).

Dikatakan Dewi, kedua jenis pajak PPN dan BBNKB merupakan pajak tidak langsung yang dipungut oleh instansi yang berbeda (PPN pajak pusat, sedangkan BBNKB pajak daerah). Ia menilai UU PDRD telah memperluas pengertian kendaraan bermotor atau memperluas objek pajak yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

“Hanya mempertimbangkan fungsi budgeter pajak, tidak memperhatikan fungsi mengatur yakni fungsi pajak sebagai sarana untuk menggerakkan dunia usaha,” kata ahli yang dihadirkan pemohon.

Menurut Dewi, akibat perluasan objek ini dapat menimbulkan sikap perlawanan pajak dari para pengusaha. Pemerintah daerah dapat saja memaksa untuk menerapkan sanksi pajak, tetapi penerapan sanksi itu belum tentu efektif. Bahkan, mungkin pengusaha melakukan tindakan lain, seperti menghentikan usaha atau mengalihkan usaha ke tempat lain yang tarif pajaknya lebih rendah atau tidak ada pajaknya sama sekali.

Perbedaan pengaturan tarif PKB antardaerah juga menimbulkan perlakuan diskriminatif terhadap wajib pajak, sehingga wajib pajak merasa diperlakukan tidak adil. “Padahal tujuan hukum pajak menciptakan keadilan bagi semua pihak. Kondisi ini juga akan membengkaknya sengketa pajak di pengadilan pajak,” sambung Dewi.

Ahli lainnya, Prof. HM Laica Marzuki menilai pasal 6 ayat (4) dan pasal 12 ayat (2) UU PDRD inkonstitusonal. Sebab, alat-alat berat seharusnya tidak dapat dikenakan pajak karena merupakan alat produksi, bukan kendaraan transportasi atau kendaraan bermotor.

Halaman Selanjutnya:
Tags: