Pakar Hukum Jelaskan Soal 4 Ukuran Amnesti, Baiq Nuril Punya Peluang
Utama

Pakar Hukum Jelaskan Soal 4 Ukuran Amnesti, Baiq Nuril Punya Peluang

Bisa menggunakan alasan kepentingan negara untuk penghargaan HAM. Bukan intervensi pada kekuasaan kehakiman.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Jimmy mencatat bahwa terjadi perkembangan kriteria soal kepentingan negara untuk memberikan amnesti dan abolisi tersebut. “Beberapa Keputusan Presiden yang saya telusuri sejak 1959 sampai 2005, ada empat ukuran,” kata Jimmy.

 

(Baca: MA Tolak PK Baiq Nuril, Presiden Didesak Berikan Amnesti)

 

Pertama, amnesti yang diberikan dengan ukuran telah insyaf sebagai pemberontak. Amnesti ini diberikan kepada kelompok pemberontak yang menyerah kepada pemerintah. Jimmy mencatat ada tiga Keputusan Presiden (Keppres) yang memuat amnesti dengan ukuran ini yaitu Keppres No.180 Tahun 159, Keppres No.449 Tahun 1961, dan Keppres No.568 Tahun 1961.

 

Ketiga Keppres tersebut tidak menggunakan prinsip individual. Isinya ditujukan kepada kelompok pemberontak dengan motif politik dan telah menyerah. Salah satunya kepada orang-orang yang menyerah setelah terlibat pemberontakan Daud Beureuh di Aceh.

 

Kedua, amnesti yang diberikan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan. Setidaknya ada delapan Keppres yang menyebutkan secara jelas individu penerima amnesti dengan ukuran ini. Delapan Keppres itu ialah Keppres No.80 Tahun 1998, Keppres No.123 Tahun 1998, Keppres No.127 Tahun 1998, Keppres No.91 Tahun 2000, Keppres No.92 Tahun 2000, Keppres No.115 Tahun 2000, Keppres No.141 Tahun 2000, dan Keppres No.142 Tahun 2000.

 

Ketiga, dengan ukuran untuk penghargaan kepada HAM yaitu Keppres No.93 Tahun 2000. Ukuran terakhir adalah kepentingan negara untuk mengakhiri konflik separatis di Aceh setelah perundingan damai. Tercatat Keppres No.22 Tahun 2005 diberikan kepada semua orang yang terlibat Gerakan Aceh Merdeka mendapatkan amnesti umum dan abolisi.

 

“Kalau kita lihat, perkembangan ukuran amnesti lebih ditekankan kepada hak prerogatif Presiden sebagai Kepala Negara,” kata Jimmy. Ia melihat Presiden sebagai Kepala Negara memiliki hak untuk menafsirkan ukuran kepentingan negara dalam memberikan amnesti dan abolisi.

 

“Amnesti kepada Baiq Nuril bisa diberikan atas dasar penghargaan kepada HAM,” ujarnya.

 

Jimmy mengacu bahwa persoalan Baiq Nuril berawal dari kekerasan seksual yang menimpanya belum memiliki payung hukum kuat di Indonesia. Hak asasi orang-orang seperti Baiq Nuril menjadi tidak dilindungi dengan baik dari tindak kekerasan seksual.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait