Paradigma Baru Mendirikan Bangunan
Kolom

Paradigma Baru Mendirikan Bangunan

​​​​​​​Tanpa adanya aturan yang jelas mengenai dasar legalitas kawasan untuk mendirikan bangunan maka justru akan berpotensi menciptakan ketidakpastian dalam hal tata ruang dan perizinan.

Bacaan 4 Menit

Contoh persoalan melibatkan IMB adalah misalnya jika terdapat mall atau gedung yang menyebabkan banjir karena ada pembangunan di atas daerah resapan air dalam tata ruang wilayah. Sebaliknya contoh objek PBG adalah kasus robohnya bangunan gedung yang telah memiliki IMB. Jadi dalam hal ini meskipun saat ini pemerintah menggantikan IMB dengan PBG namun keduanya tidak memiliki fungsi yang sama pada bangunan.

Hakikat Izin dan Persetujuan

Dalam ranah hukum administrasi dibedakan pengertian izin dan persetujuan, Bedneer (2011), membedakan bahwa izin adalah pembolehan sesuatu yang seharusnya dilarang, sedangkan persetujuan adalah verifikasi bahwa syarat yang ditetapkan telah terpenuhi. IMB disebut sebagai izin mengingat bersumber dari tata ruang wilayah yang menjadi bagian dari hukum publik (bukan mengatur kepentingan perseorangan) sehingga kepentingan membangun berdasarkan tata ruang tersebut haruslah diberikan melalui izin dari pemerintah yang berupa IMB.

Sebaliknya pada PBG sifat dari tindakan pemerintah hanyalah verifikatif yakni melihat pemenuhan syarat dari bangunan gedung tersebut apakah telah sesuai dengan yang dipersyaratkan pemerintah terkait kelayakan sebuah bangunan gedung. Sifat izin dalam hukum administrasi adalah konkret, individual dan final. Sebaliknya persetujuan hanyalah bersifat verifikasi atas syarat yang telah ditetapkan sehingga dengan demikian baik pada aspek hukum bangunan maupun pada aspek hukum administrasi bahwa PBG tidak dapat dipersamakan maupun menggantikan IMB.

Jika saat ini pemerintah telah mencabut PP No 36/2005 melalui PP No 16/2021 maka sesungguhnya pemerintah masih menyisakan satu pekerjaan rumah terkait dengan tata ruang kawasan sebagai dasar legalitas mendirikan bangunan. Selama ini adanya IMB justru dipandang sebagai bentuk kepastian hukum mendirikan bangunan pada suatu lokasi yang diizinkan. Jika saat ini IMB telah dihapuskan maka pemerintah perlu melengkapi regulasi sebagai dasar legalitas untuk mendirikan bangunan yang terintegrasi untuk menghindari birokrasi perizinan yang berkepanjangan.

Tanpa adanya aturan yang jelas mengenai dasar legalitas kawasan untuk mendirikan bangunan maka justru akan berpotensi menciptakan ketidakpastian dalam hal tata ruang dan perizinan. Sehingga dampak jangka panjangnya akan terdapat banyaknya pelanggaran tata ruang pada pendirian bangunan sehingga dapat menyebabkan bencana seperti banjir misalnya.

Saat ini pemerintah perlu segera mengintegrasikan antara PBG dengan dasar legalitas kawasan untuk mendirikan bangunan berdasarkan tata ruang yang ditetapkan pemerintah daerah, dengan demikian maka adanya PBG dalam PP No 16/2021 dapat dipandang sebagai bentuk penyempurnaan. Sebaliknya, tanpa integrasi dengan fungsi tata ruang yang ditetapkan pemerintah daerah maka PBG justru mereduksi fungsi dari IMB itu sendiri dan akan menciptakan banyak sengketa yang disebabkan karena ketidakpastian hukum dan pada akhirnya bertentangan dengan semangat pembentukan UUCK.

*)Dr. Rio Christiawan, S.H.,M.Hum.,M.Kn., adalah faculty member international bussines law Universitas Prasetiya Mulya.

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Universitas Prasetiya Mulya dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait