Partisipasi Publik dalam Pembentukan KUHP Nasional
Pojok KUHP

Partisipasi Publik dalam Pembentukan KUHP Nasional

Tak muncul tiba-tiba, proses pembentukan naskah KUHP Nasional telah melalui proses panjang sejak dimulainya seminar hukum I pada 1963 silam. Pembahasan di DPR pun membutuhkan waktu 7 tahun.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit
Menetri Hukum dan Ham, Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D. Foto: Istimewa.
Menetri Hukum dan Ham, Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D. Foto: Istimewa.

Harapan agar Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU akhirnya terwujud sudah. Secara resmi palu sidang pimpinan rapat paripurna di tangan Sufmi Dasco Ahmad diketuk sebagai penanda RKUHP mendapat persetujuan menjadi UU dari seluruh fraksi partai, meskipun terdapat catatan. Tapi, proses pembentukan KUHP Nasional sejatinya telah melibatkan partisipasi publik secara bermakna.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menuturkan, pemerintah telah melakukan sosialisasi RKUHP berupa diskusi publik di sebelas kota besar  di periode 2021. Ternyata, Presiden Joko Widodo pun menghendaki dilakukannya sosialisasi dan dialog publik serupa di periode 2022 dengan mengacu putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020.

Pemerintah menyelenggarakan dialog publik sebagai upaya menjamin meaningful public participation dalam pembentukan RKUHP. Setidaknya, terdapat sebelas kota besar berbeda yang disambangi tim perumus RKUHP pemerintah sebagai bentuk pelibatan partisipasi masyarakat secara bermakna sejak September-Oktober 2022. Seperti kota Bandung, Samarinda, Surabaya, Pontianak, Manado, Medan, Padang, Denpasar, Makasar, Ternate, dan Sorong.

Tapi, ada pula kota-kota kecil maupun undangan perguruan tinggi untuk mendengar perkembangan pembahasan RKUHP.  Bagi Yasonna, kegiatan tersebut digelar secara daring dan luring yang dihadiri seluruh unsur masyarakat. Dengan demikian, sedapat mungkin pemerintah menyerap masukan publik dengan tatap muka maupun secara online.

“Masukan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan RKUHP,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen pekan lalu.

Tahapan pelibatan masyarakat secara bermakna dalam pembentukan sebuah perundangan menjadi amanat putusan MK. Seluruh elemen masyarakat dari berbagai komunitas pun tak lepas dimintai masukannya. Mulai aparat penegak hukum, akademisi hukum, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi mahasiswa, pers/media, organisasi profesi hukum. Kemudian organisasi agama, Masyarakat Hukum Pidana dan Krimonologi Indonesia (Mahupiki) dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP.

Boleh dibilang, RKUHP tak muncul tiba-tiba. Sebab telah melalui proses panjang sejak dimulainya seminar hukum I pada 1963 silam. Kendati waktu yang panjang, tapi silih berganti akademisi dan praktisi yang duduk dalam tim perumus RKUHP pemerintah. Tapi, RKUHP yang disusun tetap terjaga agar sesuai dengan kaidah hukum, asas hukum pidana, prinsip dan tujuan pembaharuan hukum pidana.

Dengan kata lain, proses penyusunan di pemerintah pun telah melalui proses dan prosedur panjang. Bahkan, pembahasan RKUHP di DPR bersama pemerintah membutuhkan waktu sekitar 7 tahun. Lagipula, pasca pengesahan dari presiden nantinya, masih terdapat masa transisi selama tiga tahun. Dengan demikian, masa tiga tahun tersebut bakal digunakan pemerintah menyosialisasikan kembali KUHP Nasional kepada aparat penegak hukum. 

Juru Bicara Tim Sosialisasi KUHP Nasional, Albert Aries berpandangan,  proses pelibatan publik dalam pembentukan KUHP Nasional sejatinya berjalan efektif. Tak saja sosialisasi RKUHP kala itu menyerap masukan  dengan tatap muka, ada pula yang memberikan catatan secara tertulis. Seperti dari kalangan elemen masyarakat sipil,  Guru Besar dan dosen hukum pidana yang tergabung dalam Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI).

Kemudian Institute Criminal for Justice Reform (ICJR) Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan  (LeIP), Indonesia Judicial Research Society (IJRS) serta Aliansi Nasional Reformasi KUHP.  Bahkan ada pula organisai profesi advokat seperti Peradi, KAI, Ikadin, hingga organisasi kemasyarakatan lainnya. Masukan dari sejumlah elemen masyarakat dikemas dan direformulasi menjadi norma pasal   yang histori draf kerap tercatat dengan disertai alasan dan diskursus dalam “memorie van toechlichting”.

“Dari draf RKUHP sebelum akhirnya disampaikan ke DPR untuk dibahas bersama guna mendapatkan persetujuan bersama,” katanya.

 

Hukumonline.comPemaparan RKUHP dalam Dialog Publik. Foto: Istimewa.

Jejak di parlemen

Ketua Komisi III DPR Bambang Wuriyanto menambahkan, Panitia Kerja (Panja) RKUHP pun di komisi yang membidangi hukum itu telah melakukan serangkaian pembahasan. Malahan Panja RKUHP pun telah mendalami berbagai pasal krusial. Yakni dengan melakukan berbagai kunjungan, seminar dan diskusi  menggali aspirasi masyarakat dalam melakukan pengayaan materi.

Sejatinya Panja RKUHP bersama pemerintah telah membahas secara intenstif sedari periode  Oktober 2015 hingga penyelesaikan pembahasan RKUHP 15 September 2019. Malahan telah diambil keputusan di tingkat pertama untuk dilanjutkan pengambilan  keputusan tingkat II dalam  paripurna. Tapi pemerintah menunda, dengan alasan adanya kebutuhan melakukan diskusi dan sosialisasi lanjutan ke masyarakat secara lebih luas dalam rangka mencari perspektif simetris.

Nasib RKUHP pun ditetapkan menjadi RUU carry over dan disepakati bakal dirampungkan DPR periode 2019-2024. Selanjutnya, terbit Surat Wakil Ketua DPR RI/K0RP0LKAM Nomor PW/09188/DPR Rl/VIll/2020 tanggal 13 Agustus 2020, perihal  penyelesaian pembahasan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan. Komisi III pun mendapat penugasan menyelesaikan dua rancangan UU tersebut.

RKUHP pun ditetapkan masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2022. Pendek cerita, 25 Mei 2022, Komisi III menggelar rapat kerja dengan pemerintah membahas tindaklanjut nasib RKUHP dan hasil sosialisasi ke masyarakat di periode 2021.

Dalam rapat tersebut, disampaikan beberapa hal, khususnya terkait dengan mekanisme untuk menindaklanjuti pembahasan RUU carry over yang salah satunya adalah RKUHP yang sesuai dengan mekanisme ketentuan perundang-undangan. Komisi III pun bersurat ke pimpinan DPR agar menyampaikan ke presiden soal kesiapan dalam menyelesaikan RKUHP.

Gayung bersambut. Presiden pun mengirimkan tim perumus RKUHP yang dipimpin Wamenkumham Eddy Omar Sharif Hiariej beserta sejumlah pakar hukum pidana menghadiri rapat kerja dengan Komisi III. Dalam rapat tersebut, pemerintah secara resmi menyodorkan draf RKUHP yang telah dilakukan penyempurnaan berdasarkan masukan masyarakat hasil sosialisasi dan dialog publik di 11 kota pada 2021.

“Rapat itu menghasilkan salah satu kesimpulan bahwa Komisi III DPR dan Pemerintah bersepakat untuk menyelesaikan RKUHP untuk diserahkan ke pembicaraan tingkat selanjutnya sesuai dengan mekanisme ketentuan perundang-undangan,” ujarnya.

Cerita berlanjut, Komisi III pun meminta pemerintah menyodorkan hasil sosialisasi dan dialog publik RKUHP pada 6 Juli, 3 Oktober dan 9 November 2022 dalam rangka pembahasan draf RKUHP hasil penyempurnaan  sesuai hasil dialog publik di 11 kota periode 2022.  Ternyata muncul sejumlah isu krusial yang berkembang di massyarakat dan mendapat pembahasan intensif. Seperti living law, penerapan pidana mati, tindak pidana penyerangan harkat dan martabat presiden maupun wakil presiden,  tindak pidana terdapat pemerintah dan kekuasaan pemerintah, contempt of court, hingga tindak pidana kesusilaan.

Sembilan fraksi di senayan pun menyampaikan pandangannya melalui daftar inventarisasi masalah (DIM). Komisi III dan pemerintah pun menindaklanjuti pandangan dan masukan publik terhadap draf RKUHP. Dalam pembahasan RKUHP yang digelar acapkali terbuka ke publik dilakukan mengedepankan asas kehati-hatian. Setidaknya sejumlah isu krusial telah dilakukan penyesuaian substansi, redaksional, pennambahan penjelasan, hingga penghapusan pasal atau substansi.

“Agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kepentingan masyarakat luas. Sehingga pada 24 November 2022, Komisi III DPR dan Pemerintah telah sepakat untuk menyelesaikan pembahasan dan menyetujui agar RUU tentang KUHP dapat dibawa pada Rapat Paripurna ini untuk mendapat persetujuan,” pungkasnya.

Tags: