Paulanie Wijaya: Merangkul Perubahan dan Beradaptasi di Era Disrupsi
Hukumonline's NeXGen Lawyers 2022

Paulanie Wijaya: Merangkul Perubahan dan Beradaptasi di Era Disrupsi

Paulanie merasa terjadi perubahan pada aspek pasar modal selama dua tahun terakhir, namun Paulanie menganggap adanya revolusi teknologi di satu sisi dapat memudahkan pekerjaannya.

Tim Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Foto: Paulanie Wijaya, Assegaf Hamzah & Partners
Foto: Paulanie Wijaya, Assegaf Hamzah & Partners

“Dinamik!” ujar Paulanie ketika diminta untuk memberikan satu kata untuk menggambarkan pekerjaan di bidang pasar modal dalam dua tahun terakhir ini. Paulanie menyambung, “Bisa dibilang, bidang pasar modal adalah salah satu bidang yang memiliki banyak perubahan dari awal pandemi hingga saat new normal sekarang. Perubahan ini tentu saja tidak hanya menyangkut teknologi, tetapi juga peran dari seorang lawyer itu sendiri.” 

Bergabung dengan Assegaf Hamzah & Partners (AHP) di tahun 2010, Paulanie adalah Senior Associate di praktik pasar modal. Setelah sempat meninggalkan AHP di tahun 2015 untuk berkarir sebagai in-house counsel, di tahun 2018, Paulanie memutuskan kembali ke AHP. Saat ditanya apa yang menariknya untuk tetap berkecimpung di bidang pasar modal, Paulanie mengatakan bahwa pasar modal terus bervariasi dan berkembang terlihat dari terus bertambahnya jenis instrumen investasi di pasar modal. Sebagai Senior Associate, tentu saja Paulanie sudah berpartisipasi dalam berbagai macam jenis transaksi pasar modal. Lantas, apa yang membedakan dua tahun terakhir ini, yang biasa disebut era disrupsi, untuk Paulanie? 

Untuk Paulanie, perkembangan dan penggunaan teknologi yang “memaksa” pelaku usaha, regulator, dan pengacara untuk menggunakan teknologi adalah salah satu hal yang terbaru di bidang pasar modal. Dalam dua tahun terakhir, regulator pasar modal seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia mengenalkan beberapa peraturan tentang e-RUPS, e-filing, dan e-IPO. Terdapat banyak hal yang dulu mungkin harus dilakukan secara fisik atau face to face, terpaksa dilakukan secara elektronik ataupun online karena pandemi. Paulanie pun berkesempatan untuk menghadiri beberapa sesi virtual tersebut dalam mewakilkan klien-kliennya. “Awalnya memang sempat kagok, tetapi lama-kelamaan, terbiasa juga.” Paulanie pun beranggapan bahwa hadirnya teknologi dan keadaan yang “memaksa” untuk menggunakan teknologi juga merupakan blessing in disguise, khususnya karena Paulanie juga harus mengawasi putrinya yang bersekolah di rumah. 

Namun begitu, Paulanie tetap beranggapan bahwa teknologi tidak dapat menggantikan peran manusia, termasuk di bidang hukum. Meskipun pandemi telah mewajibkan pengacara untuk menjadi lebih fleksibel dan berkolaborasi online, hal tersebut tidak menggantikan peran pengacara sebagai advokat hukum untuk klien. Justru, menurut Paulanie, di era new normal ini, peran pengacara memberikan added value untuk proses-proses yang semakin bertumpu pada teknologi. “Tuntutan bagi pengacara sekarang adalah terus mengembangkan soft skills agar kita tetap dapat mengimbangi kemajuan teknologi.” 

Bono Daru Adji, Managing Partner AHP, mengatakan bahwa sebagai salah satu lawyer di AHP yang mengalami langsung penggunaan teknologi-teknologi terbaru, Paulanie tetap memberikan human touch ke pekerjaannya. “Paulanie memahami betul bahwa human touch di sini tidak berarti face-to-face meetings, melainkan perhatian ekstra dan pemberian nasihat hukum yang mengalir alami dari hubungan yang lebih dari sekedar lawyer dan klien. 

Untuk Paulanie sendiri, kemajuan teknologi di bidang praktik hukumnya bisa dianggap, secara sederhana, sebagai perpindahan ruang saja. “Pada akhirnya, perpindahan rapat dari ruangan ke Zoom tidak mengkikis tuntutan bagi pengacara untuk senantiasa memikirkan kebutuhan klien dengan cara yang inovatif dan bersahabat.”


Tags: