Pemerintah dan DPR Sepakati Beberapa Hal
RUU Mata Uang:

Pemerintah dan DPR Sepakati Beberapa Hal

Persoalan perlu tidaknya pemerintah menandatangani mata uang masih menjadi perdebatan.

Yoz
Bacaan 2 Menit
Menkeu Agus Martowardoyo jika hanya BI yang tandatangan<br> mata uang pemerintah belum setuju RUU Mata<br> Uang tersebut. Foto: Sgp
Menkeu Agus Martowardoyo jika hanya BI yang tandatangan<br> mata uang pemerintah belum setuju RUU Mata<br> Uang tersebut. Foto: Sgp

DPR mengklaim telah mencapai kesepakatan penting dalam pembahasan RUU Mata Uang. Dalam draf RUU terakhir disepakati, Bank Indonesia (BI) perlu berkoordinasi dengan pemerintah dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan rupiah.

 

Sementara mengenai pengeluaran, pengedaran, pencabutan, dan penarikan rupiah, kewenangan itu tetap menjadi otoritas BI, sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakan di bidang moneter.

 

Anggota Komisi XI DPR Kemal Stamboel mengatakan, mekanisme check and balances yang merupakan wujud dari penerapan prinsip good governance dalam pengaturan dan pengelolaan mata uang, secara umum sudah terakomodasi dalam RUU Mata Uang. Untuk memperkuat mekanisme itu, BI juga wajib melaporkan pengelolaan rupiah secara periodik setiap tiga bulan kepada DPR.

 

“Sedangkan untuk menjamin akuntabilitas pelaksanaan pencetakan, pengeluaran, dan pemusnahan rupiah, BPK melakukan audit secara periodik, paling sedikit satu kali dalam satu tahun,” kata Kemal.

 

Menurut politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, pencetakan rupiah tetap dilakukan oleh BI. Namun, dalam proses pelaksanaan pencetakannya, BI mesti menunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang pencetakan uang. Jika BUMN tersebut tidak sanggup, pencetakan rupiah dilaksanakan oleh BUMN bekerja sama dengan lembaga lain yang ditunjuk melalui proses yang transparan dan akuntabel.

 

Bahan baku rupiah (baik kertas atau logam) harus mengutamakan produk dalam negeri dengan menjaga mutu, keamanan, dan harga yang bersaing serta ditetapkan oleh BI yang berkoordinasi dengan Pemerintah. Dalam RUU juga disepakati beberapa ciri umum rupiah kertas, di antaranya memuat kata “Negara Kesatuan Republik Indonesia” dan gambar “Garuda Pancasila”.

 

“Diharapkan, dengan adanya ciri-ciri ini, rupiah dapat berperan menjadi jangkar kedaulatan dan pemersatu Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tutur Kemal.

 

Dia melanjutkan, dalam pembahasan RUU juga disepakati, pemberantasan rupiah palsu dilakukan oleh Pemerintah melalui suatu badan yang mengoordinasikan pemberantasan rupiah palsu. Badan tersebut terdiri atas unsur Badan Intelijen Negara, Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung, Kementerian Keuangan, dan BI. Ketentuan mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab badan tersebut akan diatur dengan Peraturan Presiden.

 

Sebelumnya, Kemal sempat menyinggung soal redenominasi. Meski dirinya menyambut baik dimasukkannya ketentuan redenominasi ke dalam RUU Mata Uang (Pasal 13 ayat 2), untuk bisa menjalankan kebijakan itu tetap perlu dilakukan kajian yang mendalam dan matang, apakah kebijakan itu dibutuhkan saat ini.

 

Selain itu, perlu dikaji pemenuhan berbagai syarat untuk melakukan redenominasi, yang di antaranya adalah timing dan juga jangka waktu pelaksanaan proses tersebut.

 

Setelah RUU  Mata Uang disahkan menjadi undang-undang, Kemal berharap pemerintah dan BI segera menyusun beberapa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang diamanatkan oleh undang-undang ini. Selain itu, proses sosialisasi harus segera dilaksanakan secara efektif kepada seluruh lapisan masyarakat dan pihak ataupun lembaga terkait.

 

Seperti pernah diberitakan hukumonline, saat rapat dengar pendapat mengenai RUU Mata Uang pada Agustus tahun lalu, Komisi XI sempat menolak campur tangan pemerintah dalam pengelolaan mata uang. Dalam pandangan fraksi-fraksi mengenai Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), sebagian fraksi menilai, adanya campur tangan pemerintah akan mengganggu independensi BI dalam mengelola mata uang.

 

Penolakan campur tangan pemerintah dalam pengelolaan mata uang, pertama kali disampaikan oleh Fraksi PDIP. Juru bicara partai ini, Dolfi OFP, dengan tegas menolak keterlibatan pemerintah baik dalam hal perencanaan, percetakan, dan pengelolaan mata uang rupiah. Menurut dia, hal ini bisa mengganggu tugas bank sentral yang bebas dan independen.  

 

Sementara itu, juru bicara Fraksi Partai Golkar, Kamaruddin Sjam, menegaskan adanya campur tangan pemerintah dapat mengganggu nilai dari mata uang rupiah. Ia mengatakan, keterlibatan banyak pihak dalam pengelolaan mata uang bisa mengganggu nilai mata uang itu sendiri.

 

Meski demikian, tidak semua fraksi di Komisi XI menolak keterlibatan pemerintah. Adalah Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yang menyatakan perlunya campur tangan pemerintah untuk pengelolaan mata uang. Dua fraksi ini beralasan, kebijakan moneter tidak bisa dilepaskan dari kepentingan pemerintah.

 

Tanda Tangan

Terlepas dari itu semua, persoalan perlu tidaknya pemerintah menandatangani mata uang masih menjadi perdebatan. Sejumlah fraksi masih menolak adanya tanda tangan pemerintah di mata uang. Alhasil, Panitia Kerja RUU Mata Uang dan pemerintah belum bisa mengesahkan RUU ini di tingkat Komisi pada Rabu (30/3). Ketua Komisi XI Emir Moeis memutuskan, akan melanjutkan pembahasan RUU ini pada Senin mendatang.

 

Menteri Keuangan Agus Martowardoyo mengatakan, jika hanya BI yang menandatangani mata uang maka pemerintah belum bisa menyetujui RUU Mata Uang tersebut. “Kalau hanya BI yang tanda tangan kita belum bisa menyetujui RUU ini,” ujar mantan Dirut Bank Mandiri ini.

 

Kewenangan yang dituntut pemerintah ini sempat mendapat tanggapan sinis dari berbagai pihak. Pengamat pasar uang, Farial Anwar, misalnya. Ia berpendapat, pemerintah tidak punya kepentingan ikut menandatangani uang kertas. “Itu berlebihan, apa kepentingan pemerintah,” sergahnya.

 

Menurutnya, sudah ada pembagian kewenangan masalah moneter dan fiskal. Pemerintah diberikan kewenangan mengurusi masalah fiskal, seperti pajak, inflasi, dan lain sebagainya. Sementara, mata uang adalah masalah moneter yang merupakan kewenangan bank sentral.

 

“Jangan dicampuradukkan kewenangan ini. Pemerintah tidak perlu ikut tanda tangan di uang kertas,” tandas Farial.

Tags: