Pemerintah Diminta Bentuk Industrial Policy and Strategy
Berita

Pemerintah Diminta Bentuk Industrial Policy and Strategy

Agar arah industri nasional lebih jelas.

FNH
Bacaan 2 Menit
Pakar ekonomi, Ahmad Erani Yustika. Foto: Sgp
Pakar ekonomi, Ahmad Erani Yustika. Foto: Sgp

Komisi VI DPR kembali menggelar RDPU guna membahas RUU Perindustrian dan RUU Perdagangan, Selasa (19/2). Kali ini, Komisi VI meminta masukan dari dua pakar ekonomi, Ahmad Erani Yustika dan Hendri Saparini.

Pada dasarnya, dua pengamat ekonomi ini memiliki masukan yang sama, yakni terkait dengan industri yang merujuk kepada national interest atau kepentingan nasional. Namun, hal tersebut tak tercatat di dua RUU yang kini masih bergulir di DPR tersebut.

Hendri Saparini mengatakan, sebelum pemerintah dan Dewan memutuskan untuk mengesahkan dua RUU ini, ia mengusulkan harus dibentuk sebuah kebijakan serta strategi industri yang jelas. Soalnya, jika arah kebijakan dan strategi industri dalam negeri tidak jelas, maka hal itu akan menyebabkan RUU yang sedang dibahas menjadi produk yang sia-sia.

"Harus dibentuk industrial policy and strategy-nya," kata Hendri.

Ketidakjelasan arah industri nasional, lanjutnya, secara langsung juga menyebabkan ketidakjelasan RUU Perindustrian dan RUU Perdagangan. Padahal, negara-negara maju memiliki referensi yang jelas mengenai arah industri nasional.

Hendri mengatakan, jika Indonesia tidak memiliki industry policy and strategi, cita-cita bangsa untuk membangun industri nasional yang kokoh dan kompetitif hanya sebatas mimpi. Dia menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan tak peduli atas usulan pembentukan industry policy tersebut.

Hendri mengaku pernah beberapa kali mengadakan pertemuan dengan pemerintah. Namun dari beberapa kali pertemuan, pemerintah terlihat enggan menyetujui usulan tersebut. Pemerintah mengatakan, industrial policy tidak diperlukan karena swasta dianggap lebih penting.

Lebih lanjut Hendri mengatakan, dua negara maju seperti Cina dan Jepang memiliki arah kebijakan industri yang jelas. Cina melakukan liberalisasi pada sistem perekonomian, hanya saja terstrategi. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi di Cina tinggi bahkan pertumbuhan industri manufaktur juga mengalami percepatan.

Pada 2011, Cina terbukti mampu membukukan porsi ekspor manufaktur sebesar 93 persen. Hal ini tercapai setelah Cina menolak strategi IMF dan World Bank dengan memanfaatkan industry policy and strategi.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI Aria Bima mengatakan, masukan dari pakar ekonom Hendri Saparini merupakan masukan baru kepada Komisi. Oleh sebab itu, Dewan mendukung usulan pembentukan industry policy and strategy tersebut.

"Kita dukung karena masukannya memang bagus," kata Aria Bima kepada hukumonline saat ditemui usai RDPU.

Guna menindaklanjuti usulan tersebut, DPR akan segera memanggil Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan untuk membahas rencana pembentukan industrial policy and strategy. Perihal adanya kemungkinan keterlambatan pengesahan dua RUU tersebut, Aria Bima tak mempersoalkan. Dia berpendapat, DPR akan lebih mementingkan kualitas ketimbang kuantitas.

"Tak masalah kalau tidak tepat waktu. Yang penting dua RUU ini nantinya akan merujuk kepada kepentingan nasional," pungkasnya.

Tags: